*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Ketika nalar-etik dikaburkan atau ingin dihilangkan dalam kanca politik, maka masyarakat akan dipandu oleh nilai-nilai materialistik-duniawi.
Kendali politik pun dipegang oleh para brutus yang membenarkan terbenamnya nalar-etik. Rakyat yang mencoba kritis pun disuntik dana, dengan alasan menjalankan program kenegaraan, sehingga nalar-etik tenggelam bersamanya.
Nabi Muhammad telah mengalami upaya pendangkalan nilai-nilai profetik dengan hadirnya tawaran menggiurkan berupa harta, jabatan, wanita.
Namun hal itu tidak meneruskan tegaknya spirit profetik. Allah pun memberi pertolongan dengan memberi kemenangan sehingga runtuhlah kekuatan oligarki yang telah bercokol dan mengakar kuat.
Realitas politik saat ini sedang menguji apakah nalar-etik ini akan terkubur dengan menjamurnya tawaran menggiurkan yang dilakukan oleh rezim dan para brutusnya, atau justru semakin mengokohnya kesadaran kritis masyarakat yang ingin menegakkan nalar-etik.
Pengkaburan Nalar-Etik
Panduan nalar-etik dalam menjalankan kekuasaan saat ini sedang mengalami pencerabutan. Hal ini ditandai dengan merebaknya pragmatisme yang diupayakan untuk mengikis habis spirit membangun peradaban bangsa.
Para elite politik seolah kehilangan elan vital tumbuhnya politik yang berkeadaban. Mereka telah mabuk kekuasaan sehingga rela terkuburnya nalar-etik.
Negeri ini tegak karena perjuangan para pendiri bangsa (founding parents) yang disupport oleh nilai-nilai etik. Mereka berjuang mengusir penjajah tanpa memiliki target untuk mendapatkan kekuasaan atau menumpuk aset.