UM Surabaya

Mereka memperjuangkan kemerdekaan bangsa darah dan meregang nyawa. Mereka pun tidak ingin mewariskan kemerdekaan bangsa kepada anak dan keluarga mereka, tetapi untukmenciptakan keadilan kesejahteraan seluruh anak bangsa.

Pemandangan berbeda dengan situasi politik saat ini, Dimana para elite politik sedang berjuang untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasan.

Mereka menjual dan menggadaikan nilai-nilai luhur para pendiri bangsa yang patriotik dan diganti dengan tujuan pragmatis.

Mereka pun secara terbuka menelanjangi praktik politik mereka yang menghalalkan segala cara untuk mengubur nalar-etik. Para elite politik pun secara kolektif melanggengkan politik dinasti yang mengerucut pada keluarga seseorang.

Para praktisi dan pengamat politik pun sudah menyoroti perilaku politik rezim Jokowi hingga sampai pada titik keprihatinan bersama adanya jurang menganga yang akan menenggelamkan demokrasi.

Jokowi dipandang sebagai musuh bersama (common enemy) karena sedang menjalankan praktik politik yang mengubur nalar-etik. Hal ini karena dia berusaha dengan sadar untuk menggantikan praktek demokrasi menjadi politik dinasti.

Praktik politik dinasti rezim Jokowi dimulai dengan keberhasilannya menyelundupkan pasal di Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan anaknya, Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Prabowo Subiyanto.

Lolosnya Gibran sebagai Cawapres tidak lepas dari campur tangan tangan sang paman, Anwar Usman yang saat itu menjadi ketua MK.

Publik pun berpandangan bahwa lolosnya Gibran, sebagai sebagai Cawapres, merupakan praktek lahirnya anak haram konstitusi, dan hal ini melahirkan praktek-praktek politik yang menabrak nalar-etik.

Artinya, praktek politik yang disuguhkan para elite politik pendukung Gibran, bila melanggar nalar-etik, tidak ada sangsi dan mengalami pembiaran.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun tidak bersikap netral-independen, tetapi banyak menguntungkan pihak Gibran.

KPU tidak lagi bertindak sebagai penyelenggara Pemilihan Presiden (Pilpres) yang melayani kepentingan semua pasangan Calon (Paslon) tetapi lebih condong kepada Gibran.

Saat debat Capres-Cawapres misalnya ada pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Gibran karena menggunakan peralatan tambahan saat debat.

KPU pun membiarkan hal itu terjadi tanpa mempersoalkan meski publik telah memperdebatkan adanya pelanggaran etik itu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini