Alhamdulillah, Senin hari ini mengawali tahun 2024. Insya Allah kita sekeluarga selalu sehat wal afiyaa dan dalam lindungan-Nya serta diberkahi rezeki-Nya, aamiin.
Di hari pertama tahun Masehi ini, izinkan saya berbagi dengan tulisan tentang apa dan bagaimana fikih muamalah itu.
Maaf, tulisannya cukup panjang, karena menukil- mengutip dari beberapa sumber. Dan penulis menyadari sebagai faqir ilmi tentu saja bisa ada yang kurang dalam menguraikannya.
Untuk itu, mohon dipahami dan dimaklumi. Tentu dengan senang dan terbuka hati, penulis menerimanya.
Sebelum membahas berbagai aspek hukum yang berkaitan dengan fikih muamalah, dalam tulisan ini terlebih dahulu akan dibahas tentang pengertian fikih muamalah, ruang lingkup pembahasan dan berbagai hal yang terkait dengannya.
Dengan demikian para pembaca akan mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang memadai dan lebih terstruktur (sistematis) seputar fikih muamalah.
Hal ini penting agar seseorang dapat membedakan apakah suatu persoalan masuk dalam dimensi akidah, ibadah ataukah muamalah.
Sebab masing-masing persoalan tersebut memiliki kekhasan, “aturan main” dan pendekatan yang tidak selalu sama.
Namun hal ini tidak berarti bahwa ajaran Islam itu terkotak-kotak (dikotomis) antara satu dengan lainnya dan tidak memiliki interkoneksi (keterkaitan antara satu dengan lainnya).
Tetapi justru sebaliknya bahwa Islam merupakan ajaran ilahi yang bersifat integral (menyatu) dan komprehensif (mencakup segala aspek kehidupan).
Oleh sebab itu Islam tidak boleh dilihat hanya dari satu aspek dan menafikan aspek lainnya. Seseorang tidak boleh hanya melihat Islam dari sudut akidah saja dan meninggalkan aspek ibadah dan muamalahnya, begitu pula sebaliknya.
Pengertian fikih muamalah menurut bahasa berarti pemahaman. Istilah fikih dengan pengertian seperti ini sering kali dapat ditemukan dalam ayat maupun hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam antara lain:
“Dan tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap- tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pemahaman (pengetahuan) mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)
Kata fikih dalam pengertian pemahaman juga dapat dijumpai dalam surat al-A’raf ; 179, dan an-Nisa’; 78, dan juga dalam hadis Nabi saw.
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah akan suatu kebaikan, niscaya Allah akan memberikan kepadanya pemahaman dalam (masalah) agama.” (HR. Bukhari Muslim)