Adapun pengertian fikih menurut istilah sebagaimana dikemukakan oleh para ulama ialah sebagai berikut:
“Ilmu yang menerangkan hukum- hukum syariat yang bersifat amaliah (aplikatif) yang diambil dari dalil dalilnya yang terperinci, dan disimpulkan lewat ijtihad yang memerlukan analisa dan perenungan.”
Pengertian senada juga dikemukakan oleh ulama’ lainnya, yaitu :
“Ilmu yang dengannya diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, berupa hal yang diwajibkan, dilarang, disunahkan, dimakruhkan, dibolehkan, yang disimpulkan dari Alquran dan sunah dan apa saja yang disandarkan oleh syari’ untuk diketahui dari dalil- dalil tertentu, maka apabila hukum itu dapat dikeluarkan (ditentukan/disimpulkan), itulah yang dinamakan fikih.”
Dari kedua istilah tersebut dapat dipahami bahwa secara aplikatif, bahwa kata fikih memiliki pengertian yang sama (sinonim) dengan istilah hukum.
Hal itu dapat dilihat penggunaannya oleh para ulama ketika membahas persoalan hukum tertentu, seperti fikih salat (hukum salat), fikih zakat (hukum zakat), fikih shiam (hukum puasa) dan lain sebagainya.
Sedangkan pengertian muamalah adalah segala bentuk kegiatan dan transaksi serta perilaku manusia dalam kehidupannya.
Dengan demikian, fikih muamalah dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat (yang bersumber dari Alquran dan hadis), mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil- dalil syariat secara terperinci.
Dalam pengertian yang lebih rinci, fikih muamalah adalah hukum Islam yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya, yang bertujuan untuk menjaga hak-hak manusia, merealisasikan keadilan, rasa aman, serta terwujudnya keadilan dan persamaan antara individu dalam masyarakat (kemaslahatan) serta menjauhkan segala kemudaratan yang akan menimpa mereka.
Prinsip-Prinsip Fikih Muamalah
a. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah.
“Pada dasarnya (asalnya) pada segala sesuatu (pada persoalan mu’amalah) itu hukumnya mubah, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan atas makna lainnya.”
b. Mumalalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur- unsur paksaan.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu sekalian, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29)
c. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dalam bermasyarakat.