Hal ini diabadikan Alquran sebagaimana firman-Nya:
قَا لُوْا يٰشُعَيْبُ اَصَلٰوتُكَ تَأْمُرُكَ اَنْ نَّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ اٰبَآ ؤُنَاۤ اَوْ اَنْ نَّـفْعَلَ فِيْۤ اَمْوَا لِنَا مَا نَشٰٓ ؤُا ۗ اِنَّكَ لَاَ نْتَ الْحَـلِيْمُ الرَّشِيْدُ
“Mereka berkata, “Wahai Syu’aib! Apakah agamamu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah nenek moyang kami atau melarang kami mengelola harta kami menurut cara yang kami kehendaki? Sesungguhnya engkau benar-benar orang yang sangat penyantun dan pandai.” (QS. Hud : 87)
Nabi Syuaib merupakan sosok berakhlak tinggi serta pandai dalam mendakwahkan risalah-Nya. Di samping melakukan kesyirikan, kaumnya juga mencuri timbangan ketika berdagang. Dengan perbuatan itu, mereka hidup dalam kemapanan.
Ketika melihat kaumnya hidup mapan, maka Nabi Syuaib pun membimbing mereka untuk menghentikan dari perbuatan mencuri timbangan.
Alih-alih mengikuti seruan itu dengan mengeluarkan sedekah, mereka justru menghabiskan dana itu dengan cara yang tak sesuai dengan tuntunan Allah. Bahkan mereka menjadi sombong dan angkuh.
Salat Nabi Syu’aib juga mampu memandu dirinya untuk menjadi seorang hamba yang mampu harta kekayaannya untuk disalurkan sesuai dengan perintah Allah.
Kaumnya menentang cara berpikir Nabi Syu’aib karena tidak sesuai dengan tradisi yang biasa mereka lakukan.
Nabi Syu’aib pun mengingatkan mereka untuk tahu diri di hadapan Allah terhadap hartanya. Mereka pada umumnya, bebas semaunya dalam menghabiskan kekayaannya.
Alquran mengabadikan perilaku menyimpang mereka sebagaimana perintah-Nya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَيَجْعَلُوْنَ لِمَا لَا يَعْلَمُوْنَ نَصِيْبًا مِّمَّا رَزَقْنٰهُمْ ۗ تَا للّٰهِ لَـتُسْـئَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَفْتَرُوْنَ
“Dan mereka menyediakan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka, untuk berhala-berhala yang mereka tidak mengetahui (kekuasaannya). Demi Allah, kamu pasti akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan.” (QS. An-Nahl : 56)
Allah lah memberi rejeki dengan limpahan harta dan kekayaan namun mereka justru mengeluarkan untuk hal-hal yang tidak diperintahkan.
Padahal Allah telah memberi karunia kepada mereka sangat banyak. Misalnya Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah yang menurunkan hujan sehingga bisa menghidupkan tanah yang sudah mati (tandus).
Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:
وَا للّٰهُ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَ حْيَا بِهِ الْاَ رْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰ يَةً لِّقَوْمٍ يَّسْمَعُوْن
“Dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi yang tadinya sudah mati. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).” (QS. An-Nahl: 65)