Kenapa Pekerja AUM Malas Bermuhammadiyah? Ini Penjelasan Wakil Ketua PWM Jatim
Sholihin Fanani. foto: dok/pri
UM Surabaya

Fakta banyaknya karyawan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang malas bermuhammadiyah, menjadi sorotan banyak kalangan.

Sejak majelistabligh.id menurunkan berita yang berisi kritik terhadap pekerja AUM yang tidak aktif bermuhammadiyah, Minggu (31/12/2023) lalu, media sosial, khususnya Whatsapp Group (WAG), ramai membicarakan masalah tersebut.

Mayoritas di antara mereka mempertanyakan, bagaimana hal itu bisa terjadi dan apa yang menjadi penyebabnya? Tak sedikit juga yang meminta ada sanksi tegas terhadap karyawan AUM yang enggan bermuhammadiyah.

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr. Sholihin Fanani ikut angkat bicara terkait persoalan ini.

“Saya sependapat dengan Pak Biyanto (sekretaris PWM Jatim) dan Pak Khoirul Abduh (Wakil Ketua PWM Jatim), harus ditertibkan. Karena sejatinya bekerja di AUM dan berorganisasi di Muhammadiyah itu merupakan kewajiban,” katanya.

Dia lalu menjelaskan, ada beberapa catatan yang harus dicermati. Pertama, penataan personel dari pimpinan organisasi, dari tingkat ranting, cabang, sampai wilayah.

Para personmel yang dipilih haruslah orang-orang yang paham benar tentang keislaman dan kemuhammadiyahan.

Baca juga: Beri Sanksi Pegawai AUM yang Malas Bermuhammadiyah

Menurut Sholihin, ada dua posisi yang penting dipahami, yakni penyelenggara, dalam hal ini pimpinan Muhammadiyah. Juga pelaksana, yakni mereka yang menjadi pimpinan AUM.

“Pimpinan ini yang harus benar-benar tahu Islam dan prinsip-prinsip yang dipahami Muhammadiyah. Sehingga dia bisa mengarahkan pimpinan amal usaha,” katanya.

Kedua, pemahaman terhadap fungsi dan kedudukan AUM. Yakni, sebagai lahan untuk berdakwah, kaderisasi, beramal atau berjuang.

Kata dia, AUM sebagai alat mempercepat tercapainya tujuan Muhammadiyah,
termasuk orang-orang di dalamnya.

Di dalam AUM, imbuh Sholihin, sepatutnya dipilih orang atau karyawan yang memenuhi ketentuan Persyarikatan, sehingga bisa sejalan dengan cita-cita Muhammadiyah.

Ketiga, kurangnya memahami sejarah tentang latar belakang berdirinya Muhammadiyah.

Betapa pun, sejarah sangat terkait dengan tujuan yang diinginkan Muhammadiyah, yakni memerangi kebodohan, mengentaskan kemiskinan, dan memurnikan ajaran Islam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini