Pemimpin dan Skill Komunikasi
UM Surabaya

*) Oleh: Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation

Sering kita dengar kata-kata: “dia mah pintar ngomong” atau “dia memang cerdas merangkai kata”.

Pada umumnya ungkapan ini dijadikan peluru untuk menyerang orang tertentu. Sejak Anies Rasyid Baswedan ditakdirkan menjadi pemimpin Ibu Kota negara ungkapan di atas semakin menjadi-jadi sebagai senjata untuk menyerang sang Gubernur.

Terlebih lagi ketika Anies kemudian diminta oleh Nasdem dan PKS, lalu belakangan membangun koalisi dengan PKB untuk menjadi capres pada pilpres tahun 2024 ini.

Ungkapan “pintar ngomong” dan “jago merangkai kata” semakin menjadi-jadi. Seolah kemampuan dan kelebihan Anies hanya pada sebatas berkata dan ngomong.

Ada dua hal yang ingin saya garis bawahi kali ini. Pertama, benarkah Anies pintar bicara dan jago merangkai kata?

Kedua, salahkah atau negatifkah seorang calon pemimpin yang pintar berbicara dan merangkai kata?

Saya yakin jika kita semua mencoba mencari tahu kehidupan Anies sejak kecil akan didapati bahwa salah satu kelebihan yang Allah berikan kepadanya adalah kemampuan berkomunikasi.

Sejak bangku SD, SMP, apalagi SMA Anies telah memperlihatkan kemampuan itu. Ibu beliau mengisahkan bagaimana Anies sejak kecil memilki skill komunikasi yang baik.

Apalagi memang Anies memiliki sejarah panjang dalam pergerakan pelajar dan mahasiswa. Semua pastinya tahu bahwa salah satu kemampuan mereka yang terlibat dalam pergerakan, apalagi menjadi pemimpin dan pelopor pergerakan adalah kemampuan berkomunikasi.

Sebagai pemimpin pergerakan Anies harus mampu mengkomunikasikan ide-ide dan gagasannya kepada semua.

Karenanya pintar bicara dan kemampuan merangkai kata bukankah lubang kekurangan. Justru sebuah kelebihan yang dikaruniakan kepada seseorang yang memang ditakdirkan untuk menjadi aktivis dan pemimpin.

Sebab memang salah satu kriteria pemimpin adalah “tablig” yang salah satu dipahami sebagai kemampuan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kepada masyarakat.

Sebenarnya label yang selama ini dibangun adalah seolah Anies “sekedar” bisa bicara tanpa kemampuan merealisasikan apa yang dibicarakan.

Biasanya jika yang melabelkan ini punya latar belakang ilmu Islam akan memakai ayat “lima tqauuluuna maalaa ta’aluun”.

Tujuannya memang membangun imej atau persepsi negatif jika Anies memang seorang NATO (no action talk only).

Untuk merespons tuduhan ini biasanya Anies memberikan “self proof”. Beliau tidak pernah merespon dengan kata-kata dan omongan lagi.

Karena menurutnya itu hanya akan menjadi “rantai kata” yang tidak bernilai. Maka beliau biasanya membalas “pernyataan-pernyataan dengan kenyataan-kenyataan”.

Lihat bagaimana tuduhan atau label yang dibangun ketika beliau menjabat sebagai Gubetnur DKI. Beliau dikritik bahkan diserang (attacked) dengan berbagai cara yang sering kali sangat kasar bahkan dalam bentuk fitnah yang keji.

Tapi sekali lagi, saya berani mengatakan jika saja seseorang itu ada secuil kejujuran di hatinya pastinya akan mengakui berbagai kemajuan yang dicapai selama Anies memimpin

Ibu Kota Negara. Saya tidak perlu lagi menyebutkan satu per satu fakta itu. Cukup dengan berkunjung ke Jakarta sambil membuka mata dan hati nurani.

Intinya adalah seorang pemimpin itu harus pintar berkata dan bicara. Dalam bahasa ilmunya seorang pemimpin itu harus memiliki kemampuan komunikasi (communication skill).

Karena seorang pemimpin harus bersifat “tablig” untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kepada rakyatnya dan dunia luar.

Alquran sendiri menegaskan bahwa salah satu hal penting yang Allah ajarkan kepada “al-insan” selain petunjuk (allamahul Quran) adalah kemampuan komunikasi (allamahul bayaan).

Alquran lebih jauh bersumpah dengan “lisan dan dua bibir” yang dengarnya terlahir kata-kata dan pembicaraan. Rasulullah saw bahkan mengajarkan tatacara berbicara dengan jelas dan to the point (dalla wa qalla).

Sebaliknya tentu sangat disayangkan dan terus terang sebagai putra bangsa yang telah lama di luar negeri, saya sering kali merasa malu dan risih melihat pemimpin bangsa dan negara yang tidak bisa mengekspresikan ide/ide dan gagasannya. Lebih runyam lagi jika memang pemimpin itu minim ide dan gagasan.

Karenanya saya bangga membaca sejarah Soekarno yang hebat dalam berkomunikasi. Saya juga mengikuti kemampuan Soeharto dalam berkomunikasi walau tidak dalam bahasa asing. Demikian juga dengan Gus Dur dan Habibie. Juga Susilo Bambang Yudhoyono semua tahulah.

Karenanya kemampuan berkomunikasi (bicara) Anies bukanlah titik kelemahan. Tapi pada poin itu sudah merupakan satu kelebihan yang patut diacungi jempol.

Bukan sebaliknya justeru ingin diputar balik seolah sebuah kekurangan. Kecenderungan seperti ini hanya pertanda kekurangan pada pihak lain. Karenanya kekurangan itu ingin ditutupi dengan cara memutar balikkan realitas dan fakta.

Gunakan rasio dalam menentukan pilihan! (*)

Manhattan City, 3 Desember 2024

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini