Ibadah untuk Meraih Akhirat
foto: pexels.com

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Apakah dengan ibadah yang kita lakukan ini kita benar benar mengharapkan kehidupan akhirat yang lebih baik atau kita justru selalu hanya mengharapkan balasan kenikmatan di dunia ?

Lihatlah apakah setiap amalan baik dan doa yang kita mohon kepada Allah adakah kita lebih cenderung mengharapkan tentang balasan perkara perkara dunia saja ?

Seperti ingin rumah yang bagus, ingin banyak uang, karir yang mapan, jodoh yang rupawan, rezeki yang lancar, usaha yang sukses.

Dan adapun untuk kehidupan akhirat sudahkah menjadi tujuan dan senantiasa menjadi prioritas kita ketika memohon kepada Allah.

Seperti memohon hidayah, kematian yang husnul khatimah, di jauhkan dari azab kubur, diberi naungan di padang mahsyar, dimudahkan hisab, mendapatkan catatan amal dari sebelah kanan.

Diberatkan timbangan kebaikan, selamat ketika meniti jembatan shirat yang membentang di atas neraka jahanam dan memohon surga firdaus.

Maka itu hendaknya kita mulai merenungkan, sudahkah ibadah yang kita kerjakan menjadikan akhirat sebagai prioritas tujuan atau justru hanya mengharap demi kenikmatan dunia saja.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:⁣

“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di akhirat (kelak) tidak akan memperoleh (balasan) kecuali neraka dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan” (QS Huud: 15-16)

Imam Qatadah bin Di’amah al-Bashri berkata tentang makna ayat di atas:

“Barang siapa yang menjadikan dunia (sebagai) target (utama), niat dan ambisinya, maka Allah akan membalas kebaikan-kebaikannya (dengan balasan) di dunia, kemudian di akhirat (kelak) dia tidak memiliki kebaikan untuk diberikan balasan. Adapun orang yang beriman, maka kebaikan-kebaikannya akan mendapat balasan di dunia dan memperoleh pahala di akhirat (kelak)” (Dinukil dari Imam Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsir 15/264)

Inilah alasan kenapa Abdurahman bin Auf sering menangis ketika mendapatkan kenikmatan duniawi.

Sahabat yang mulia ini khawatir bila kenikmatan di dunia saat ini merupakan nikmat akhirat yang disegerakan, sehingga kelak di akhirat tak didapatkan lagi nikmat-nikmat itu.

Insya Allah, Allah Ta’ala memberikan taufik dan hidayah kepada kita semua agar tetap istikamah dan mampu meluruskan niat dalam setiap ibadah yang kita kerjakan. Aamiin. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini