Sikap adil yang dituntut dari seorang suami adalah adil dalam jatah bermalam, adil dalam memberi nafkah dan pakaian.
Di sini yang dituntut bukanlah adil dalam kecenderungan hati, sebab manusia tidak mampu menyamakan kecenderungan hatinya.
Sebagian orang bila memiliki lebih dari satu istri hanya memedulikan salah satu istri dan mengabaikan yang lain. Ia bermalam lebih lama di rumah istri tersebut.
Ia berikan nafkah hanya kepadanya dan menelantarkan istri-istri yang lain. Tindakan seperti ini haram dilakukan, dan pelakunya akan datang pada hari kiamat dalam keadaan seperti dijelaskan dalam hadis berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Siapa yang memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring.” (HR. Abu Daud no. 2133, Ibnu Majah no. 1969, An Nasai no. 3394).
Syaikh Al Albani menyatakan hadis tersebut shahih sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1949)
Syaikh As Sa’di menjelaskan dalam kitab tafsirnya hal. 206, maksudnya adalah, “Suami tidak mampu berbuat adil secara sempurna kepada para istrinya.
Karena adil melazimkan keadilan dalam hal cinta, condong pada salah satunya, kemudian amalan sebagai konsekuensinya.
Berbuat adil secara sempurna untuk itu semua, amatlah sulit. Oleh karenanya, Allah memaafkannya. Sedangkan hal yang mampu suami berbuat adil, dilarang untuk tidak adil.”
Kemudian Syaikh As Sa’di melanjutkan, “Untuk masalah nafkah, pakaian, pembagian malam dan semacamnya, hendaklah suami berbuat adil. Hal ini berbeda dengan kecintaan dan kenikmatan hubungan intim.”
Kalau memang ingin berpoligami, berlaku adillah. Jangan sekedar memperturut nafsu sehingga cenderung untuk tidak adil dan condong pada salah satu istri atau bahkan sampai melalaikan nafkah atau bahkan sebenarnya tidak mampu, namun memaksa untuk berpoligami.