UM Surabaya

Pemikiran Muhammadiyah

Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas Mengatakan, “Islam tidak memperkenalkan poligami, tapi Alquran justru mengatur poligami.

Jadi Alquran tidak mengintroduksi lembaga poligami karena lembaga poligami sudah ada ribuan tahun sebelum Islam. Sehingga ketika Islam datang adalah mengatur,”

Beliau menjelaskan, bahwa asbabun nuzul atau latar belakang turunnya ayat itu adalah munculnya problem sosial setelah 70 sahabat Nabi wafat sebagai syuhada di Perang Uhud.

Meninggal para sahabat menyebabkan para istri dan anak-anak yang ditinggalkan tidak jelas menjadi tanggung jawab siapa karena belum ada hukum Allah yang mengatur.

Sementara itu pada masa jahiliah tanggung jawab lazimnya dilimpahkan pada suku dari pihak yang gugur.

Hamim menjelaskan bahwa satu pahlawan yang gugur minimal memiliki satu istri dan tiga orang anak, maka akan ada 70 janda baru dengan 210 anak yatim.

Nyatanya, para pahlawan tidak hanya memiliki satu istri dan tiga orang anak sehingga problem sosial lebih besar dari itu.

“Maka jalan keluarnya adalah Islam oke, karena makan tidak bisa ditunda dan kalau kamu mengasuh anak yatim saja, kok kurang elok, maka kamu mengasuh anak yatim sekaligus menikahi ibunya sehingga poligami ini menjadi pintu darurat sosial. Karena adab kedaruratan sosial maka jalan keluarnya adalah poligami, dan itu adalah jalan keluar yang kreatif, memecahkan masalah sesuai yang ada ketika itu,” jelas Hamim.

Selain sebagai jawaban pada masalah di atas, ayat ketiga Surat An-Nisa itu lebih lanjut menurut Hamim mensyaratkan pemberlakuan hukum Islam yang cenderung mengarah pada monogami.

Namun ia juga menambahkan bahwa poligami diperbolehkan dalam agama namun ada syarat.

“Empat pun itu ada syarat. Apabila kamu tidak bisa berlaku adil pada empat istrimu maka satu saja. ini pengaturan Islam yang luar biasa. Semula poligami tidak ada batasnya, kemudian dibatasi empat, dan empat pun dibatasi dengan syarat adil. Kalau tidak adil tidak boleh sehingga dalam ayat ini syarat itu dibuka, poligami itu boleh bagi yang adil,” katanya.

“Cuma pembicaraannya, selanjutnya An Nisa ayat 129 itu dijelaskan, kamu tidak akan
mampu untuk berlaku adil di antara istri-istri kamu. Di ayat 3 poligami boleh dengan syarat adil, tapi di sini Allah menegaskan kamu tidak akan mampu berlaku adil,” timpal Hamim.

“Kamu boleh poligami dengan syarat adil, tapi kamu itu tidak bisa bakalan adil. Itu artinya apa, dibuka tapi ditutup. Artinya monogami, bukan poligami,” tegas pengajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut.

Hamim melanjutkan terusan ayat dalam Surat An-Nisa ayat 129 yang menyebutkan bahwa ketidakadilan akibat poligami menjadikan istri lain yang terzalimi tidak memiliki status yang jelas (tergantung) sehingga Hamim mengandaikannya seperti layangan putus.

Melanjutkan penafsiran ayat, Hamim lebih jauh menuturkan bahwa jika seseorang mampu berlaku imbang, tidak membuat salah satu istri merasa digantung, semua istri mendapatkan nafkah lahir batin yang setara, semua kehidupan anak-anaknya terjamin.

Allah menutup ayat tersebut dengan ungkapan Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.

“Itu berarti opo? Berarti potensi untuk mendapatkan dosa pada keluarga poligami itu besar. Dosanya karena tidak islah dan tidak takwa,” terangnya.

Hamim kemudian mengutip sebuah hadis Nabi riwayat Abu Daud, An Nasa’I yang menuturkan bahwa barang siapa memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini