Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengajak kepada seluruh peserta untuk menyerap ulang hal-hal mendasar yang tersistem, khususnya dalam membangun kesehatan berbasis komunitas. Sebab saat ini RS Muhammadiyah-’Aisyiyah (RSMA) sudah berada di fase yang cukup berkembang.
“Saat ini kita sudah memiliki 123 rumah sakit, terakhir kemarin saya resmikan di RS Unimus. Jumlah ini menjadi yang terbesar bagi organisasi civil society,” kata Haedar saat memberikan amanat di Darul Arqam BPH dan Direksi RSMAdi Kaliurang, Sleman Yogyakarta, Selasa (9/1/2024).
Dari ratusan rumah sakit tersebut, Haedar menyadari saat ini belum semuanya berada pada level yang sama. Oleh karena itu, dia berharap semua bisa bergerak secara padu dan menjadi gerakan yang seragam dalam satu jaringan.
“Kita ini (Muhammadiyah) sudah memilih jalan sebagai jam’iyah, sebagai organisasi. Tapi organisasi yang bukan sembarang, bukan organisasi perusahaan, tetapi juga bukan organisasi yang paguyuban,” ungkapnya.
Menurutnya, RSMA menjadi organisasi dengan korporasi besar, tetapi wataknya bukan perusahaan. Akan tetapi tetap berwatak pergerakan. Sebab Muhammadiyah mewarisi karakter paguyuban, sekaligus juga mewarisi karakter perusahaan.
Guru Besar Sosiologi ini mengungkapkan, mengelola organisasi ini tidak mudah, diperlukan value atau nilai yang dikonstruksi menjadi ideologi. Hal itu menjadi suatu yang penting dan mendasar, serta memberikan warna.
Karakter di Muhammadiyah memiliki titik sentral pada Al Qur’an dan Sunnah, yang menjiwai seluruh bangunan organisasi. Karakternya juga memiliki sesuatu yang awet, yaitu nilai-nilai Islam yang bersifat abadi – tidak boleh sementara.
“Perubahan sistem, perubahan kepemimpinan apalagi yang bersifat kebijakan, tetap harus ada nilainya yang abadi. Tidak boleh mengalami fragmentasi, distorsi, dan deviasi,” imbuhnya.
Gerakan Muhammadiyah juga harus abadi, bahkan Buya Syafi’i berseloroh, sehari sebelum kiamat datang Muhammadiyah tetap harus menyelenggarakan rapat untuk mempersiapkan akhir masa itu.
Karakter lain yang harus melekat pada pergerakan Muhammadiyah dan di seluruh AUM adalah distingtif atau pembeda. Karakter ini yang membedakan antara Muhammadiyah dengan gerakan Islam lainnya.
Distingsi yang dimiliki Muhammadiyah itu menjadikannya sebagai gerakan yang eklektik, tidak rigid seutuhnya. Lebih-lebih dalam pelayanan kesehatan, karena selain menjalankan perintah Tuhan, kemudian juga ada aspek kemanusiaan.
Supaya karakter Muhammadiyah melekat di seluruh AUM, Haedar menyarankan simbol-simbol ideologi keagamaan selain Muhammadiyah tidak eksis di AUM. Sebab di Muhammadiyah sudah ada Manhaj Tarjih, yang bisa diimplementasikan di AUM. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News