Beragama dengan Gembira
foto: uii

*) Oleh: Prof. Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII)

Ini catatan antropologikal.

Selalu saja menggetarkan jiwa ketika berkesempatan bersujud di Masjid Nabi. Manusia dari beragam ras bergegas dengan bahagia menuju masjid.

Tidak pandang waktu. Siang atau malam, atau bahkan dini hari, selalu saja bertemu dengan wajah-wajah bahagia.

Bisa jadi ini adalah pembuktian terbalik terbaik bahwa mereka bukan orang munafik. Orang munafik juga bersujud di muka bumi, tetapi semua itu dijalankan dengan malas-malasan, setengah hati.

Lantunan Alquran juga tak pernah berhenti. Sebagian bersuara lirih untuk menegaskan. Sebagian lain membacanya nyaris tanpa bersuara tanda khusyuk.

Tidak terlalu sulit menemukan beberapa di antaranya yang sedang menghafalkan lafaz suci ini.

Ketika kita perhatikan para pendaras ini, semuanya dengan wajah bahagia. Mereka menikmati berakrab ria dengan kitab firman Tuhan yang dirindukan.

Alquran adalah kitab dengan beragam juluk. Namanya sendiri bukan berarti sekedar tulisan, tetapi bacaan.

Dia menjadi berdampak ketika dibaca. Membaca bisa berarti luas, termasuk menghimpun makna, yang melahirkan pemahaman.

Pemahaman inilah yang menggerakkan. Untuk berbuat bajik, menebar manfaat ke sesama, dan tentu untuk memuliakan Tuhan.

Memuliakan Tuhan sudah selayaknya selalu ditunaikan dengan bahagia, sebagaimana memberikan layanan kepada sang kekasih.

Beragama memang sejatinya menggembirakan, bukan sebaliknya, menakutkan. (*)

Masjid Nabi, 10 Januari 2024, menjelang isya

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini