UM Surabaya

Ketiga, banyaknya ulama atau tokoh agama yang terlibat dalam pemilu. Menurut dia, keberadaan mereka menyebabkan situasinya menjadi kompleks dan kontroversial.

Beberapa orang mungkin mendukung partisipasi ulama dalam proses politik sebagai bagian dari hak mereka sebagai warga negara.

“Tapi yang lain mungkin merasa bahwa partisipasi ulama dalam politik dapat mempengaruhi independensi dan otoritas spiritual mereka,” terang mantan ketua Majelis Tabligh PWM Jatim ini.

Keempat, masalah partisipasi masyarakat. Jika dalam pemilu nanti partisipasi masyarakat rendah, hal ini dapat menciptakan keprihatinan terkait legitimasi hasil pemilu.

Oleh sebab itu, sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat terlibat aktif dalam proses demokrasi. Terutama untuk Gen Z dan milenial yang memiliki hak pilih, jumlah terbilang cukup besar.

Kelima, banyaknya penyebaran informasi palsu atau disinformasi selama proses pemilu.

Dari hari ke hari, wajah media sosial ini banyak diwarnai tumpukan informasi hoaks. Hal ini tentu dapat mempengaruhi pemahaman masyarakat dan keputusan pemilih.

“Saya berharap masyarakat lebih selektif dalam menyikapi masalah ketimpangan informasi dengan mencari informasi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya. Juga mendukung langkah-langkah yang mempromosikan transparansi, integritas, dan inklusivitas dalam pemilu,” jabar dia.

Sholihin menambahkan, tujuan pemilu adalah untuk menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang benar-benar bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat.

“Pemilu seharusnya menghasilkan pemerintahan yang baik dan mampu membangun dan memelihara fondasi demokrasi yang kuat, di mana kekuasaan berasal dari rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat,” tutupnya. (is)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini