Maka ketika amalnya sedikit atau melakukan maksiat, harapan untuk memperoleh rahmat Allah berkurang, bahkan sampai pada titik di mana ia putus asa. Inilah yang dimaksud dengan bersandar kepada amal (al-i’timad ‘ala al-‘amal).
Kedua, orang yang bersandar kepada Allah. Orang yang bersandar kepada Allah mempunyai pandangan bahwa ia beramal karena Allah memberikan anugerah kepadanya berupa daya dan kekuatan kepadanya sehingga ia sanggup beramal.
Karena itu, ia tidak melihat amalnya dan tidak mengharapkan ganjaran dari amalnya. Amal datang dari Allah dan untuk Allah. Inilah yang dimaksud dengan bersandar kepada Allah (al-i’timad ‘ala Allah).
Janganlah dipahami dari hikmah tersebut di atas bahwa amal itu tidak penting. Syaikh Al-Syarqawi menjelaskan bahwa maksud dari hikmah ini ialah memberikan kesadaran kepada salik agar jangan bersandar kepada segala sesuatu selain Allah dan sama sekali bukan dimaksudkan meremehkan kepada arti amal.
Ahli hakikat berkata: “Barang siapa mencapai hakikat Islam, ia tidak meninggalkan amal, barang siapa mencapai hakikat Iman, ia tidak berpaling pada amal kecuali karena Allah, dan barang siapa mencapai hakikat Ihsan, ia tidak berpaling dari sesuatu selain Allah” (Ibnu Ajibah).
Makna yang terkandung di sini adalah bahwa barang siapa mencapai hakikat Islam, ia tidak sanggup meninggalkan amal, yakni tidak bermalas-malas beramal mengerjakan perintah Allah.
Barang siapa mencapai hakikat Iman, ia tidak sanggup untuk berpaling pada amal kecuali karena Allah, yakni tidak mengerjakan amalnya kecuali karena Allah.
Barang siapa mencapai hakikat Ihsan, ia tidak berpaling dari sesuatu selain Allah, yakni tidak melihat kepada amalnya tetapi melihat kepada Allah yang memberikan kepadanya daya dan kekuatan sehingga ia sanggup beramal mengerjakan perintah-Nya.
Syaikh Al-Syurnubi menjelaskan bahwa manusia di dalam kedekatannya dengan Allah dapat digolongkan menjadi dua golongan. Pertama, orang yang mencapai tingkatan ma’rifah kepada Allah. Kedua, orang yang menempuh jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Yang pertama, yaitu orang yang mencapai ma’rifah kepada Allah, mereka tidak memandang kepada amalnya, tidak memandang bahwa amalnya itu adalah perbuatan yang datang dari dirinya, melainkan merupakan pertolongan dan anugerah Allah kepadanya.