Tangisan kekecewaan Goenawan Mohamad ini kemudian berlanjut dengan perlawanan yang dilakukan oleh peneliti PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah.
Dia menyampaikan kemungkinan bisa untuk melakukan pemakzulan terhadap pejabat tinggi negara atau impeachment pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Setidaknya ada empat faktor:
Pertama, skandal yang menyangkut langsung dengan presiden. Presiden dipandang telah terlibat skandal yang mendasar karena kekeliruan serius berupa pelanggaran penyelewengan kekuasaan.
Kasus itu menyangkut batas usia capres dan cawapres yang ditetapkan Mahkamah Konstitusional (MK). Dalam putusan MK itu, dinilai menjadi jalan mulus bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi pendamping Prabowo di Pilpres 2024.
Kedua, kegagalan kebijakan-kebijakan yang dirasakan secara nyata. Terkait hal ini masyarakat selalu terlena dengan hasil survei kepuasan pemerintahan.
Ketiga, resistensi parlemen yang melembaga dan kuat sampai kemudian meluas dan tersokong oleh resistensi oposisi dan lain-lain dari gerakan sosial di liarnya.
Keempat, keresahan publik yang meluas pada pemerintahan saat ini. Meskipun saat ini keresahan belum meluas, namun demikian apabila sudah bertumpuk akan menyebabkan sebuah ledakan atau disebut dengan istilah silent majority.
Kempat faktor itu sudah terlihat nyata di pemerintahan Jokowi, sehingga berpotensi besar untuk dilakukan pemakzulan terhadap rezim otoriter itu. (Bisnis.com, 26/10/2023)
Suara pemakzulan juga muncul dari seorang pengamat politik Saiful Mujani yang menilai bahwa pemilu yang jujur dan adil bisa saja terjadi asalkan Presiden Jokowi harus dimakzulkan.
Ia mengakui usulan pemakzulan Presiden Joko Widodo membutuhkan waktu yang lama, bahkan bisa berlangsung hingga Jokowi lengser.
Kalau pemakzulan secara cepat dikhawatirkan terjadi chaos. Namun Saiful Mujani mendesak pemakzulan tetap dilakukan untuk memberikan informasi yang bagus kepada publik, bahwa orang yang dekat dengan Jokowi tidak layak untuk dipilih.
Menurut Saiful, selama ini juga telah terjadi penyimpangan massif terhadap kekuasaan yang dipegang oleh Presiden Jokowi. (metrotvnews.com)