Tetapi yang ingin digarisbawahi di sini adalah bahwa penetapan awal bulan itu selalu menjadi wilayah ijtihad manusia.
Di Muhammadiyah, masalah ini masuk wilayah dunia, yang berdasarkan sains. Kriteria wujudul hilal itu mencoba untuk tetap berpegang teguh pada adanya hilal sebagai dasar datangnya bulan baru, tetapi dengan mencari titik kepastian berdasarkan ilmu.
Meskipun masalah dunia, tetapi karena hasilnya adalah penetapan awal bulan Hijriyah, tentu berdampak pada pelaksanaan ibadah mahdlah yang dikaitkan dengan sabab hukum fenomena alam.
Hisab dengan kriteria wujudul hilal dipilih karena mata manusia terbatas, fenomena hilal yang sama bisa dilihat satu orang, namun tidak bisa dilihat orang lain.
Akhirnya penyelesaiannya adalah melalui keputusan politik oleh penguasa, suatu pendekatan yang sudah ditinggalkan dalam penentuan kalender Masehi ribuan tahun lalu.
Namun, meskipun alat sudah maju dan perhitungan hisab sudah bisa mencapai pengetahuan qath’i tetap saja rukyat manual yang dipakai karena alasan nash.
Orang-orang begini jika diserang Israel pakai tank mungkin yang dicari kuda untuk membuat regu berkuda karena demikian Alquran memerintahkan dalam menghadapi musuh dalam surat al-Anfal ayat 60. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News