Cerita Mahasiswa UMM yang Merasakan Kuliah di Turki
Mahasiswa Psikologi UMM di Turki. foto: ist

Memanfaatan fasilitas yang diberikan Kampus Putih sebaik-baiknya. Apalagi bisa berkesempatan ke luar negeri untuk merasakan pendidikan di sana. Itulah salah satu cita-cita yang banyak diinginkan para mahasiswa.

Salah satu di antaranya, Chandrika Kirani Bahari, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ia berkesempatan untuk merasakan pendidikan di Turki, tepatnya di Kadir Has University, Istanbul, sejak Oktober tahun lalu hingga Februari 2024 ini.

Chacha, sapaan akrabnya, merupakan mahasiswa yang tergabung dalam kelas psikologi international Kampus Putih. Hal itu membuatnya bisa terbang dan belajar di luar negeri.yang membawanya hingga belajar di luar negeri.

“Jujur, ini merupakan pengalaman yang sangat berharga. Apalagi melalui program yang disediakan UMM ini, cara pandangku melihat dunia berubah. Ini juga menjadi kesempatan yang bagus batku untuk mengenalkan budaya dan berinteraksi dengan berbagai macam orang,” jelasnya.

Adapun Kelas Psikologi Internasional UMM memang memiliki program International Kredit Transfer (ICT) yang hanya dapat diikuti oleh mahasiswa prodi tersebut.

Melalui program itu, mahasiswa dapat merasakan pendidikan di kampus ternama luar negeri selama satu. Meski begitu, mahasiswa yang akan berangkat harus memenuhi persyaratan khusus seperti tes TOEFL, Duolingo, ataupun TAEP.

Adapun Chacha menggunakan hasil tes TAEP-nya yang didapatkan saat awal menjadi mahasiswa. Tes jenis ini merupakan tes yang dikembangkan langsung oleh Language Center Testing Services (LCTS) Language Center (LC) UMM. Bahkan sudah mulai merambah dan diterima oleh banyak instansi.

Selama di Turki, Chacha merasakan beberapa perbedaan kultur di masyarakat. Mulai gaya berbicara, gaya bersosial, maupun kulturnya.

Salah satu contohnya adalah saat di kampus, dosen dan mahasiswa seperti tidak ada jarak. Para dosen lebih suka ketika mahasiswanya ikut berdiskusi mengenai pembelajaran dengannya secara personal. Tak jarang, mahasiswa juga banyak yang berdiskusi mengenai materi melalui email.

Hal unik lainnya yang ia temukan adalah banyak mahasiswa yang memilih bolos dan memilih untuk belajar secara mandiri.

Mahasiswa tersebut biasanya akan melakukan diskusi dengan dosennya melalui email sehingga penyampaian materi dapat lebih intens.

Tak hanya itu, para dosen juga lebih suka jika disebut dengan namanya secara langsung tanpa menyebutkan gelar yang mereka miliki.

Hal ini dilakukan para dosen agar tidak ada jarak antar dosen dan mahasiswa, sehingga mereka lebih nyaman untuk belajar maupun mengeluarkan pendapatnya.

“Sebenarnya di Indonesia khususnya UMM sudah menerapkan hal ini, namun karena perbedaan kultur, akhirnya hal seperti ini tidak terealisasi. Apalagi akan terdengar tidak sopan jika tidak menggunakan panggilan pak atau bu,” tambahnya.

Selain mendapatkan ilmu yang bermanfaat, saat belajar di Turki ia juga mempelajari banyak hal seperti cara bersosial, mengunjungi tempat-tempat baru, hingga belajar mengenai kultur mereka. Ia juga mengunjungi Cappadocia yang memiliki pemandangan indah.

Ia berharap semoga semakin banyak mahasiswa UMM yang memiliki kesempatan untuk mengunjungi berbagai negara dan belajar di sana.

Tidak hanya terbatas di Turki saja. Apalagi kerja sama internasional UMM juga luas. Tiap semester puluhan mahasiswa dan dosen mengikuti program pertukaran di berbagai negara, baik di Eropa, Asia, Amerika, bahkan Afrika. (tri/wil/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini