Seorang anak menggadaikan ayah dan ibunya. Orang tua saling menggadaikan anaknya. Seorang suami menggadaikan istrinya dan seorang istri menggadaikan suaminya. Tiada pertemuan yang kekal di antara mereka, kecuali di dunia.
Keadaan kedua: Mereka yang tidak pernah bertemu di dunia, namun akan bersua di akhirat
Mereka adalah orang-orang yang beriman. Mereka akan bertemu dan bersua dengan para Nabi, para shidiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh, meskipun di dunia mereka tidak pernah bertemu.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang- orang yang mati syahid, dan orang- orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa`: 69)
Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata, “Yakni dengan berkumpul bersama mereka dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kesenangan.”
Keadaan ketiga: Mereka bertemu di dunia dan akan bermusuhan di akhirat
Mereka adalah golongan yang menyandarkan pertemuan dan persahabatan di dunia untuk sekedar bersenang-senang, berfoya-foya, hanya saling mengajak perihal dunia, harta, tahta, dan selainnya. Mereka tidak mengingatkan untuk beribadah dan beramal saleh.
Allah Ta’ala telah memberi kabar dan peringatan untuk mereka dalam firman-Nya,
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)
Ayat di atas menjelaskan bahwa orang-orang yang berteman akrab dalam kemaksiatan kepada Allah di dunia, sebagian dari mereka akan berlepas diri dari sebagian yang lain di hari kiamat.
Padahal mereka di dunia saling mencintai dan mengasihi. Akan tetapi, di akhirat justru saling berlawanan.
Demikianlah jika menyandarkan pertemuan tanpa dasar ketakwaan. Sebaliknya, orang- orang yang bersahabat atas dasar takwa kepada Allah, maka persahabatan mereka tetap langgeng di dunia dan akhirat. (Tafsir Muyassar, 1: 494)