Maqasid Al-Syariah Perspektif Al-Syatibi
UM Surabaya

*) Oleh: Imron Nur Annas, M.H,
Anggota Majelis Tabligh PDM Nganjuk, Pengajar di Ponpes. Ar-Raudlotul Ilmiyah Kertosono

Al-Syatibi mempergunakan kata yang berbeda-beda berkaitan dengan al-maqasid. Kata-kata itu ialah maqasid al-syariah, al-maqasid al-syar’iyyah, dan maqasid min syar’i al-hukm. Meskipun demikian, beberapa kata tersebut mengandung pengertian yang sama yakni tujuan hukum yang diturunkan oleh Allah (Asapri Jaya Bakri, 1996:63-64).

Dalam al-Muwafaqat, al-Syatibi mendefinisikan maslahat sebagai hal yang menunjang tegaknya hidup manusia yang makmur sentosa, serta terpenuhi segala kebutuhan dasar manusia (akal dan biologisnya) sehingga manusia di dunia dapat hidup layak.

Maslahat dalam penuturan al-Syatibi pada intinya mengarah tegaknya pilar-pilar kehidupan, bukan sebaliknya, yakni menghancurkan sendi-sendi kehidupan. Terkait dengan persoalan bercampurnya antara maslahat dan mafsadat, al-Syatibi memiliki pejelasan menarik.

Jika maslahat dapat mengalahkan mafsadat, maka wajib bagi agama untuk mendorongnya; sebaliknya jika mafsadat dapat mengalahkan maslahat, maka wajib bagi agama untuk melarangnya. Bagi al-Syatibi, maslahat dari agama tidak mentolerir mafsadat sekecil apapun (Al-Syatibi, 1978:25).

Al-Syatibi membagi maslahat menjadi dua: pertama, maqashid syari’ atau maqashid syariah; kedua, maqashid mukallaf. Sedangkan pada maqashid syari’, imam al-Syatibi membaginya menjadi empat:

Pertama, tujuan maqashid syariah; menurut al-Syatibi untuk melindungi tiga kategori hak manusia: dharuriyyat (hak primer), hajiyyat (hak sekunder), tahsiniyyat (hak suplementer).

1. Dharuriyyat terdiri atas segala sesuatu yang mendasar dan esensial terjaganya kepentingan dunia dan akhirat. Dharuriyyat adalah segala sesuatu yang bila tidak tersedia akan menyebabkan rusaknya kehidupan. Ini terkait dengan empat hal; ibadah, adat, muamalat, dan jinayat.

Ibadah mengacu kepada mempertahankan agama; misalnya menjaga keimanan, mengucapkan dua kalimat syahadat, salat, zakat, puasa, haji dan semacamnya. Adat mengacu kepada perlindungan jiwa dan akal; misalnya makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini