Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad Dadang menyampaikan, Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan dari dunia jurnalistik sejak awal kehadirannya. Tokoh-tokoh Muhammadiyah menyadari, kegiatan dakwah supaya menjangkau lebih banyak audien tidak bisa dilakukan hanya dengan khutbah saja.
“Itu adalah bukti bahwa Muhammadiyah sangat memperhatikan terhadap jurnalisme. Bahwa kita tahu dakwah itu tidak hanya bersifat lisan, tapi juga bersifat tulisan, bahkan sekarang berbentuk digital,” kata Dadang di seminar nasional dengan tema Jurnalistik Profetik Perspektif Islam Berkemajuan di Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO), Jumat (26/1/2024).
Kegiatan tersebut diselenggarakan Majelis Pustaka Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bekerjama dengan MPI PDM Ponorogo. Kegiatan diikuti oleh 100 peserta, yang juga penulis buku “Jurnalistime Profetik Perspektif Islam Berkemajuan”.
Selain Dadang Kahmad, seminar nasional ini juga diisi oleh Ninik Rahayu (Ketua Dewan Pers), Henry Subiakto (Dewan Pakar MPI PP Muhammadiyah) dan Ayub Dwi Anggoro (Dekan Fisip UMPO).
Sementara itu, Ninik Rahayu selaku pemateri pertama menyampaikan mengenai transformasi digital sekarang ini memang media mainstream memiliki tantangan yang tidak mudah.
“Jumlah media cetak di tahun 2022 sekitar, di era digital ini tinggal 300, di 2023 lebih banyak berkurang. Sementara yang mengaku sebagai media digital jumlahnya tambah banyak, hampir 40.000 sementara yang terverifikasi baru sekitar 2500 an. Itu artinya banyak sekali, media digital yang berpotensi melanggar kode etik jurnalistik. Harus mengikuti kode etik yang dibuat oleh negara termasuk konstitusi, termasuk undang-undang begitu.” Tutur Ninik
Dilanjut oleh pemateri kedua, Ayub Dwi Anggoro menyampaikan jurnalistik harus menyampaikan nilai-nilai keislaman. Praktik jurnalistik profetik mengedepankan karakteristik kenabian, dan menyuarakan permasalahan besar di kalangan orang kecil.
“Jurnalisme yang mendorong sifat-sifat kenabian seperti sidiq, amanah, tabligh dan fathanah,” ucap Ayub.
Pemateri terakhir Henry Subiakto menyampaikan mengenai jurnalistik profetik. Jurnalistik profetik juga disebut jurnalisme berkemajuan.
“Perdebatan tentang idealisme jurnalisme muncul sudah cukup lama, karena kenyataannya realitas sosial tidak baik-baik saja. Di Indonesia atau di negara manapun pasti ada ketidakadilan, konflik, yang kuat melawan yang lemah,” tutur Henry
Berbicara idealisme, keyakinan itu pasti tertanam dalam diri setiap pekerja profesi, apa pun itu, tidak hanya di bidang pers. Akan tetapi, faktor-faktor yang menggoyahkan idealisme juga tak bisa kita hindarkan. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News