*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Apakah telah tercatat bahwa saya akan menikah dengan si Fulan tertentu, misalnya?
Adakah rezeki itu ditentukan atau tergantung dengan usaha dan kepayahan seseorang?
Apakah dalilnya?
Asy-syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:
“Sejak Allah ‘Azza Wa Jalla menciptakan pena, segala sesuatu sampai hari Kiamat sudah tercatat di Lauhul Mahfudz. Sebab, saat pertama kali menciptakan pena, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman kepada pena,
“Tulislah!”
Pena bertanya, “Wahai Rabbku, apakah yang harus aku tulis?”
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, “Tulislah apa saja yang akan terjadi.”
Berjalanlah pena pada saat itu menuliskan apa yang akan terjadi sampai hari Kiamat.
Ada kabar yang pasti dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa apabila telah berlalu empat bulan dari usia janin dalam rahim ibunya, Allah ‘azza wa jalla mengutus seorang malaikat yang akan meniupkan ruh pada si janin dan menuliskan rezeki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagianya.
Rezeki sudah tercatat, tidak bertambah dan tidak berkurang. Akan tetapi, Allah ‘azza wa jalla menjadikan sebab-sebab yang dapat menambah dan mengurangi rezeki.
Di antara sebabnya adalah seseorang bekerja untuk mencari rezeki, sebagaimana Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah untuk kalian, maka berjalanlah di penjurunya (untuk berusaha) dan makanlah dari rezeki yang Allah karuniakan dan hanya kepadaNya (kalian) kembali setelah dibangkitkan.” (QS. al-Mulk: 15)
Termasuk sebab pula adalah menyambung hubungan rahim (silaturahmi) dalam bentuk birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) dan menyambung hubungan dengan kerabat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia menyambung rahimnya (silaturahmi).”