Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mendengar Rasulullah bersabda:
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Penanda antara seseorang dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad sahih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566)
2. Tidak Merasa Bersalah ketika Nermaksiat
Dosa maksiat sejatinya akan menggelisahkan jiwa manusia.
Dosa tidak akan menenangkan jiwa karena nurani manusia selalu condong kepada kebaikan.
Maka manusia yang mengerjakan maksiat dan berbuat dosa pasti merasakan keresahan dalam hatinya. Bila seseorang merasa tenang ketika bermaksiat maka itu adalah puncak dari dosa.
“Tinggalkanlah yang meragukanmu dan beralihlah pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.” (H. R. Tirmidzi dan Ahmad)
Firman Allah :
كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya segala dosa yang selalu mereka lakukan telah menutup hati mereka.” (Q.S Al-Muthaffifin : 14)
3. Jauh Dari Alquran
Tidak ada waktu dalam hidupnya untuk membuka Alquran, membaca dan memerhatikan maknanya. Sepanjang hidupnya di sibuk an dengan perkara mubah yang tidak terlalu penting.
Firman Allah:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka kenapakah mereka tidak mau memerhatikan Alquran bahkan hati mereka sebenarnya telah terkunci.” (QS Muhammad : 24).
4. Condong kepada Urusan Dunia
Mereka sering menghabiskan waktu dengan urusan dunia. Ia mengutamakan urusan dunia seakan-akan dunia kekal baginya. Padahal Allah Ta’ala berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Bahkan kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan Akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al-A’laa: 16-17)