*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Publik menyorot Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang melakukan “Politik ijon” karena telah membagikan dana Bantuan Sosial (Bansos) secara langsung dan massif.
Bahkan Jokowi terlibat langsung dalam membagi Bansos itu setelah sebelumnya membenarkan dirinya berkampanye.
Dengan politik ijon ini, Jokowi benar-benar mempertontonkan kekuatan (festival of power) secara terbuka di akhir kekuasaannya.
Dikatakan mempertontonkan kekuasaannya, karena dalam membagikan Bansos melibatkan para menteri koalisinya.
Apa yang dilakukan Jokowi, oleh publik, dinilai untuk mendulang suara Paslon yang di dalamnya ada anaknya, Gibran Rakabuming Raka.
Praktik politik ijon ini dipandang memupuskan harapan terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil (Jurdil).
Bansos dan Politisasi
Bansos merupakan instrumen negara untuk membantu warga negara yang mengalami kesulitan ekonomi.
Pemberian bantuan itu sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif dalam bentuk uang/barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Persetujuan pemberian Bansos itu melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan menetapkan angka dan besarannya. Bahkan pembagiannya pun sudah diatur sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun dalam praktiknya, Bansos itu bisa menjadi lahan ijon bagi penguasa karena bisa menjadi alat politik untuk mendongkrak suara bagi calon yang didukungnya. Hal ini pernah dinyatakan oleh pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, yang mengatakan bahwa sumbangan dana kampanye bisa jadi lahan bagi sistem politik ijon, atau sistem transaksional antara pemerintah dengan donatur [https://pilpres.tempo.co/read/1201732/pengamat-lipi-ingatkan-politik-ijon-terkait-dana-kampanye-jokowi]