Itulah jejak politisasi Bansos yang seharusnya bersifat alami dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan Kementerian sosial. Namun hal itu dikaitkan dengan kebijakan Jokowi yang dipandang memiliki kepedulian pada warga miskin.
Namun publik melihat bahwa Bansos telah dipolitisasi untuk memenangkan anak presiden, Gibran Rakabuming Raka, yang tidak lain anaknya sendiri.
Politik Ijon
Pemberian Bansos kali ini sangat berbeda dengan sebelumnya. Biasanya Bansos dilakukan tanpa blow up dengan melibatkan dinas sosial di daerah hingga sampai kepada warga miskin di tingkat RT.
Namun kali ini dilakukan langsung oleh presiden dengan menteri lain yang menjadi mitra koalisi paslon nomor 2 (Prabowo-Gibran), tanpa melibatkan kementerian sosial, dalam hal ini Menteri sosial. Hal inilah yang menjadi aroma adanya politisasi Bansos karena memotong kewenangan Menteri Sosial.
Sebenarnya, sulit untuk mengukur dampak politisasi Bansos di lapangan, sebagaimana diungkapkan oleh kata Aisah Putri Budiatri, peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Namun praktik semacam ini tetap berpotensi mempengaruhi pilihan publik, terutama para pemilih bimbang atau undecided voters yang jumlahnya relatif besar. Kalau merujuk pada survei Litbang Kompas pada Desember 2023 menunjukkan bahwa pemilih bimbang itu sebesar 28,7% responden, di mana mereka masih belum menentukan pilihannya untuk pemilihan presiden mendatang.[https://www.bbc.com/indonesia/articles/cpw7enedn39o]
Dengan adanya pemilih bimbang yang begitu besar, maka kecurigaan banyak pihak adanya “Politisasi Bansos” ini patut dibenarkan. Karena dengan adanya Bansos yang diberikan secara massif dan intens, khususnya pada kelas menengah bawah, memang menguatkan aroma adanya politik ijon. Apalagi, penyaluran Bansos itu langsung dipimpin oleh presiden dengan melibatkan para Menteri yang juga elite politik partai. (*)
Surabaya, 1 Februari 2024
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News