Terbaik Di Antara yang Terbanyak
foto: pixabay

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Manusia tidak diberikan beban oleh Allah Azza wa Jalla melainkan apa yang dia sanggupi saja. Ia tidak boleh takalluf (terlalu membebani diri) dalam mencari harta dan tahta sehingga berbuat yang haram dan melalaikan hak-hak Allah Azza Wa Jalla.

Allah Azza Wa Jalla telah berfirman:

“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu Kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (QS.Al-Mukminuun: 62)

Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal?”. Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan ijin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” (QS. Yunus: 59)

Allah Azza Wa Jalla hanya membebani manusia agar berusaha sesuai dengan kemampuannya. Dan hasil sepenuhnya itu adalah di tangan Allah Azza Wa Jalla.

Allah Azza wa Jalla telah melapangkan dan menyempitkan rezeki seorang sesuai dengan kehendak-Nya, sesuai kapasitasnya.

Dan itu merupakan taqdir kauni, sebagaimana firman-Nya:

”Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rizki dan menyempitkannya bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.” (QS. Az-Zumar: 52)

Menjadi yang terbaik itu sering kali terlihat sulit, karena kita kerap terjebak memikirkan apa yang belum mampu kita lakukan.

Jebakan yang menghadirkan keraguan sampai takut melangkah untuk menjadi berbeda dengan yang lain dan menang.

Menjadilah yang terbaik di antara yang terbanyak, karena yang terbanyak belum tentu terbaik.

Menjadi diri sendiri seutuhnya dan memberikan yang terbaik untuk yang lain adalah sebaik- baiknya manusia. Manusia yang paling banyak menebar kebermanfaatan bagi manusia lainnya,

“Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
(HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath 5787 Al Qudha’i, Musnad Syihab 129. Dihasankan Syaikh Al Albani. Lihat Shahihul Jami’ 6662)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini