Maqasid al-syariah dalam arti al-syari’ mengandung empat aspek, yaitu: pertama, tujuan amal dari syariat adalah kemaslahatan manusia didunia dan akhirat. Ini berkaitan dengan muatan dan hakikat maqasid al-syariah; kedua, syariah sesuatu yang harus dipahami dan ini berkaitan dengan dimensi bahasa agar syariat dapat dipahami sehingga dicapai kemaslahatan yang dikandungnya; ketiga, syariat sebagai suatu hukum taklif yang harus dilakukan; keempat, tujuan syariat adalah membawa manusia ke bawah naungan hukum dan ini berkaitan kepatuhan manusia sebagai mukalaf di bawah dan terdapat dalam hukum Allah. Dalam istilah yang lebih tegas lagi bahwa aspek tujuan syariat berupaya membebaskan manusia dari kekangan hawa nafsu (Mafthuf Siroj, 2012:41).
Analisis Maqashid Syari’ah
Dalam kitab al-Mustasyfa’ fi al-Ushul halaman 160 menjelaskan bahwa Imam al-Ghazali mengatakan bahwa Maslahah, melihat dari kadar kualitas esensinya, ada yang menempati posisi al-dlarurah, al-hajah, ada juga yang berhubungan dengan al-tahsinat.
Maslahah pada hakikatnya adalah pengertian tentang mengambil sebuah manfaat dan menolak kerusakan. Namun, kita tidak mengartikan pengambilan sebuah manfaat dan penolakan kerusakan itu denga tujuan-tujuan dari manusia (maqashid al-khalq), dalam menghasilkan manfaat-manfaat bagi mereka.
Maslahat dimaksud al-Ghazali adalah maslahat yang memelihara tujuan agama. Menurut al-Ghazali agama memiliki lima tujuan penting untuk manusia: pertama; memelihara agama (al-din). Kedua, memelihara jiwa (al-nafs). Ketiga, memelihara akal (al-aql). Keempat, memelihara keturunan (al-nasl), dan kelima; memelihara harta (al-mal).
Setiap apa saja yang terkandung dalam lima pokok ini, maka hal itu bisa disebut sebagai maslahah, sedangkan apa saja yang dapat mencemari lima pokok ini bisa disebut dengan kerusakan. Dan lima pokok ini masuk dalam jenis al-dlarurah, yakni tahapan maslahah yang paling agung.
al-Ghazali telah membuat gambaran yang jelas bahwa yang dimaksud dengan maslahah adalah maksud Allah sebagai syari yang menitahkan Syari’ah terhadap makhluknya.
Dengan demikian, maqasid al-syariah sebagaimana konsep al-Ghazali disandarkan pada akhiratnya harus dikaitkan dengan maksudnya Allah bukan sebagaimana yang dibahas dalam mazhab Fikih Maliki, yakni maslahah mursalah: yaitu maslahah yang tidak lagi disandarkan pada literasi teks, akan tetapi lebih disandarkan pada nilai-nilai universal yang dikandung oleh Islam sehingga penentuan-penentuan definitifnya pada akhirnya diletakkan pada spekulasi ulama selaras dengan permasalahan zaman.
Dalam kata lain, maslahah yang diandaikan oleh al-Ghazali adalah analogi yang dalam istilah imam Syafi’i disebut sebagai al-qiyas: atau Mashalahah Mu’tabarah (Staimafa Press dalam Epistemologi Fiqh Sosial, 2014:53).