Nah, ketika semua aspek kehidupan sudah cukup stabil, biasanya akan menimbulkan kejenuhan pada orang tersebut.
Ketika kejenuhan sudah dirasakan, banyak yang mulai berulah, seolah ingin membuktikan diri bahwa dirinya masih sama hebatnya ketika remaja.
Kebanyakan pria ingin menolak kenyataan bahwa dirinya sudah mulai tua, dengan berusaha membuktikan performa dan penampilannya masih sama baiknya dengan saat dia masih remaja. Fase pembuktian diri itulah yang kerap disebut sebagai puber kedua.
Permasalahannya, untuk membuktikan diri tidak jarang seseorang melampiaskan pada hal-hal negatif seperti mencari sensasi seksual, atau tantangan lain sebagaimana pernah dirasakan semasa muda.
Iman dan Moral
Fase puber kedua sebenarnya bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Namun, semuanya kembali lagi, apakah orang tersebut memiliki akar iman, moral, hubungan keluarga yang baik atau tidak, karena hal tersebut bisa menjadi rem moral bagi yang bersangkutan.
Solusi terbaik untuk menangani fase puber kedua adalah dengan menyadari bahwa hidup bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisik, syahwat, dan status
Misalnya, jika Anda sadar sudah terjadi perubahan misalnya, tiba-tiba Anda jadi suka dugem atau ke kafe, komunikasikanlah dengan keluarga untuk dicari pemecahan masalahnya. Sebaliknya, keluarga pun harus memberi dukungan secara konstruktif.
Selain itu, cobalah untuk belajar mengerem hasrat liar. Masukkan unsur spiritual ketika Anda hendak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma.
Kalau tidak direm, kebiasaan itu akan terbawa terus-terusan. Kalau keluarga membiarkan begitu saja, dia akan bertumbuh menjadi orang yang negatif karena dia berpikir keluarganya fine-fine saja.
Pada dasarnya saat memasuki masa puber, seseorang ingin dikenal dan diakui. Sebab, ini adalah masa-masa produktif.