Dosen UMM Beri Tips Luapkan Emosi Tanpa Menyakiti Orang Lain
Ratih Eka Pertiwi. foto: istimewa
UM Surabaya

Marah merupakan hal yang wajar sebagai salah satu cara untuk meluapkan emosi. Namun, kemarahan yang tidak terkontrol ternyata dapat mempengaruhi hubungan individu dengan orang lain.

Semisal, saat marah seseorang kerap mengucapkan kalimat yang menyakitkan hati hingga melukai fisik orang lain.

Ratih Eka Pertiwi, S.Psi., M.Psi. dosen program studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), memberikan tips meluapkan emosi tanpa menyakiti orang lain. Pertama, regulasi emosi.

Regulasi emosi ialah kemampuan untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.

“Usahakan untuk mengontrol emosi atau rasa marah tersebut, agar tidak diekspresikan dalam bentuk perilaku-perilaku yang agresif, baik verbal maupun fisik. Meski demikian, meregulasi emosi itu bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, perlu latihan,” terang Ratih, Senin (5/2/2024).

Ada berbagai macam cara untuk meregulasi emosi. Salah satunya dengan tarik nafas atau mengatur nafas.

Saat emosi, sering kali ritme nafas seseorang jadi lebih cepat. Sehingga ketika nafasnya diatur, maka terdapat bagian di otak yang dapat meregulasi emosi serta secara otomatis dapat mengurangi ketegangannya.

Kedua, berpikir secara alternatif. Jika ada pikiran buruk yang muncul, otomatis emosi yang dirasakan pasti negatif.

Namun jika berpikir hal yang sebaliknya, seperti memandang situasi dengan cara yang berbeda, kemungkinan emosi yang dirasakan pun akan berbeda.

Ketiga, melakukan kegiatan yang menyenangkan. “Bisa journaling, tidur, berolahraga, melakukan art teraphy seperti menari, melukis, menggambar,” jelasnya.

Dengan jurnaling, seseorang bisa meluapkan emosi di atas kertas tanpa perlu menyampaikannya secara langsung kepada yang bersangkutan.

Tidur pun dapat menjadi salah satu solusi untuk meluapkan dan meredam emosi. Sebab ketika emosi kita perlu menenangkan diri sesaat, agar bisa lebih bijak dan jernih dalam berpikir.

Namun emosi yang dirasakan tidak boleh didenial. Jika menumpuk, hal itu bisa menimbulkan akibat fisik yang disebut sebagai psikosomatis.

Psikosomatis adalah istilah yang mengacu pada keluhan gejala fisik yang muncul akibat pikiran dan emosi yang dirasakan seseorang. Seperti nyeri pada bagian dada, sesak nafas, dan lain-lain.

“Jadi journaling, tidur, dan sebagainya itu bukan untuk mengalihkan amarahnya. ‘Biar nggak marah aku lari-lari ah’, tidak seperti itu. Rasa kecewa, marah itu harus diakui. Penting diingat bahwa memendam emosi merupakan solusi terburuk. Sebab, idealnya emosi memang harus diekspresikan,” tutur dia. (dev/wil/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini