Inilah sifat orang Yahudi: mereka mengajak orang lain berbuat kebaikan, namun sayangnya, mereka melupakan diri mereka sendiri.
Mereka enggan mengamalkan apa yang mereka ucapkan. Padahal mereka paham isi Taurat mereka.
Seorang muslim tentu tidak boleh mengikuti sikap jelek orang Yahudi tersebut. Hendaklah setiap yang berdakwah, segera mengamalkan apa yang ia dakwahkan.
Allah Ta’ala berfirman,
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah: 44).
Mereka sendiri meninggalkan apa yang mereka perintahkan. Padahal mereka membaca Al Kitab (Taurat). Apakah mereka tidak berpikir?
Berpikir adalah aktivitas akal untuk dapat mengerti manakah kebaikan yang membawa manfaat dan manakah sesuatu yang membawa kejelekan (dampak bahaya).
Sehingga akal akan memerintahkan seseorang untuk menjadi orang pertama dalam melakukan perintah dan menjadi orang pertama pula dalam meninggalkan larangan.
Jika ada yang mengajak orang lain dalam kebaikan, namun ia sendiri tidak mengerjakannya atau melarang orang lain dari keburukan, namun ia sendiri tidak meninggalkannya, itu menunjukkan bahwa ia tidak memiliki akal dan tanda dirinya itu bodoh.
Terkhusus jika ia tahu akan kebaikan dan keburukan tersebut, lalu sudah ditegakkan hujjah (argumen) atas dirinya.
Walaupun ayat ini ditujukan pada Bani Israil, namun sebenarnya isi kandungannya berlaku untuk setiap orang.
Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff: 2-3).
Ayat di atas tidaklah menunjukkan bahwa jika seseorang tidak mengamalkan yang ia ilmu berarti ia meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar secara total.
Namun ayat tersebut cuma menunjukkan ketercelaan karena seseorang meninggalkan dua kewajiban.
Karena perlu dipahami bahwa manusia memiliki dua kewajiban yaitu memerintahkan (mendakwahi) orang lain dan mengajak pula diri sendiri.
Jika seseorang meninggalkan salah satunya, jangan sampai ia meninggalkan yang lainnya. Yang sempurna memang seseorang melakukan kedua-duanya.
Jika kedua-duanya ditinggalkan berarti itu kekurangan yang sempurna. Jika hanya menjalankan salah satunya, berarti tidak mencapai derajat pertama (derajat kesempurnaan), namun tidak tercela seperti yang terakhir (derajat ketidaksempurnaan).
Perlu diketahui pula bahwa sifat jiwa tidaklah patuh pada orang yang berkata namun tindakan nyatanya itu berbeda. Manusia akan lebih senang mengikuti orang yang mempraktikkan langsung dibanding dengan orang yang cuma sekedar berucap. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google New