UM Surabaya

Imam Ahmad meriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah bersabda:

“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, ketuaan, penakut, kikir dan azab kubur. Ya Allah berikanlah ketakwaan kepada jiwaku dan sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau sebaik-baik Rabb yang menyucikannya, Engkau Pelindung dan Penguasanya. Ya Allah sungguh aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tak pernah khusyu dan dari jiwa yang tak pernah merasa puas, ilmu yang tidak bermanfaat dan dari doa yang tidak dikabulkan”. 

Demikian juga pernyataan Imam Abu Hamid al-Ghazali (w.1111), Hujjatul Islam, selama bulan Rajab dan Sya’ban ini hendaklah membersihkan diri dengan bertobat nasuha, melatih diri sedikit demi sedikit beramal kebajikan kemudian menjadi kebiasaan.
Mengapa itu harus dilakukan karena dalam kehidupan keseharian manusia  suka lalai daripada menjaga mata, telinga, hidung, lisan, pikiran, tangan, kaki, perut, di bawah perut, dan hati.

Yang barusan disebutkan di atas adalah maksiat yang tampak. Ada lagi maksiat yang tersembunyi. Di antaranya perbuatan riya, ujub, sombong, merendahkan orang lain, pelit bin kikir, sum’ah, syirik, hasad, dengki, fitnah, gaya hidup tekor asal kesohor dan tidak kalah hebatnya adalah perasaan merasa paling pintar, paling tahu, paling rajin, paling ‘alim, paling dan paling-paling lainnya.

Maka itu perhatikan Sabda Rasulullah dalam konteks kebersihan jiwa ini bahwa barang siapa yang puasa Ramadhan karena Iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR Bukhari no. 2014).

Kedua, persiapan kedua yang perlu dilakukan setelah membersihkan jiwa di atas adalah sebuah keharusan menyiapkan fikriyah atau menimba ilmu pengetahuan dengan stressing ilmu agama menyangkut pernak pernik amalan puasa Ramadan.

Mengapa perlu belajar atau taklim mendalami ilmu-ilmu keagamaan karena menyangkut untuk mengetahui dengan baik dan benar terkait amalan Ramadan kewajiban dan keutamaan, syarat, rukun yang membatalkan puasa, sunah, tarawih i’tikaf, zakat, hibah, sadaqah dan hikmahnya daripada puasa Ramadan.

Rasulullah berpesan dalam hadis muttaqun alaihi;

“Jika Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang hamba maka hatinya didorong untuk cenderung mendalami ilmu-ilmu keagamaan”.

Pada hadis yang lain Rasulullah bersabda:

”Ingin memiliki dunia harus dengan ilmu begitu juga ingin akhirat harus dengan ilmu dan ingin memiliki keduanya harus dengan ilmu.” 

Lalu dalam Surah Al Mujadalah (58), ayat 11 Allah berfirman;

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ

”Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara  kalian dan orang yang berilmu beberapa derajat”.

Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa  dengan mengutip hadis dari Imam Ahmad bahwa Umar bin al-Khattab mengangkat Nafi bin Abdil Harits menjadi pemimpin Makkah. Lalu suatu ketika Umar bertanya kepadanya:

”Siapakah yang engkau angkat (pilih) sebagai khalifah untuk penduduk Lembah”? “Yang aku angkat sebagai khalifah atas mereka adalah Ibnu Abzi, salah seorang budak yang telah merdeka,” jelas Nafi.

Lalu Umar bertanya :”Benarkah engkau telah mengangkat mantan budak sebagai pemimpin mereka’? Dia pun berkata:

”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dia ahli membaca Kitabullah, memahami ilmu Faraidh dan pandai bertutur kisah”.

Lantas Umar berkata :”Sesungguhnya Nabi pernah bersabda: “yarfa’u bihaza la Kitab qauman wayadha’u bihi akhirin.

Artinya: ”Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Kitab ini suatu kaum dan merendahkan dengannya sebagian yang lainnya”. (HR Muslim dari as-Zuhri).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini