Kedua, kita perlu memahami, kondisi bermusuhan dan ketegangan yang terjadi antara satu orang dengan yang lainnya, semuanya akan berlanjut di akhirat apabila tidak diselesaikan di dunia.
Karena itu, Allah selalu memerintahkan kita untuk menjaga persatuan dan persahabatan dengan sesama muslim. Dan kita juga diperintahkan untuk menjaga ketenangan di lingkungan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…” (QS. Ali Imran: 103)
Dan yang namanya permusuhan, kalau tidak selesai di dunia ini, akan Allah ulang kembali di akhirat persis kejadiannya seperti apa. Lalu Allah adili.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu.” (QS. Az-Zumar: 30-31)
Tatkala firman Allah ini turun, sahabat Zubair bin al-Awwam radhiallahu ‘anhu mengatakan:
“Wahai Rasulullah, apakah sengketa yang terjadi di antara kita pada hari Kiamat nanti akan diulang di samping kita juga mempertanggung jawabkan dosa dari diri kita sendiri”?
Perhatikan jawaban Rasulullah berikut:
“Iya, akan diulangi. Hingga setiap orang yang memiliki hak akan memperoleh haknya masing-masing.” Kemudian Zubair bin al-Awwam langsung berkomentar,
“Demi Allah, jika seperti itu tentu urusannya akan sangat berat.”
Karena itu jamaah yang dimuliakan Allah, menghindar dari sengketa itu lebih baik dibanding seseorang yang tetap maju tatkala melihat ada potensi perselisihan, permusuhan, dan keributan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjamin bagi orang-orang yang mundur dari perdebatan yang ujungnya adalah keributan.
Sengketa masalah harta yang meutus kekerabatan. Mendapat keutamaan rumah di surga. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar.” (HR. Abu Dawud 4167)