Seorang muslimah memiliki identitas budaya dan juga agama. Itulah yang menjadi pembeda muslimah dengan wanita yang lain di dunia.
“Mereka harus dijaga, dipatuhi, sebagaimana agama Islam mematuhi hal-hal yang bersifat baik, malu, dan unsur-unsur keimanannya,” kata Prof Nahla Sabri El Saidy, penasihat Universitas Al Azhar Mesir, dalam seminar internasional Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FAI Umsida), Kamis (8/2/2024).
Nahla lalu menjelaskan, di era transformasi globalisasi ini, terdapat beberapa tantangan besar yang dihadapi oleh perempuan muslimah.
Yang pertama adalah mempengaruhi. Para kelompok transformasi global mempengaruhi identitas dan mengubah kepribadian mereka melalui kebiasaan, tradisi, dan istilah yang belum kita dengar sebelumnya yaitu strong independent women.
Yang kedua adalah prinsip feminisme barat yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan hukum syariatnya.
Ketiga, bahwa jilbab yang pada dasarnya adalah lambang kesucian bagi wanita, tidak lain dianggap sebagai sebuah keterbelakangan dan menjadi penghalang untuk mendapatkan kebebasan, posisi, dan jabatan.
“Tantangan selanjutnya adalah invasi budaya dan intelektual melalui rumah mode internasional dan asosiasi feminis barat,” jelas Nahla.
Yang kelima, sambung dia, kemajuan teknologi yang luar biasa melalui internet dan saluran satelit yang sangat memudahkan untuk menerapkan kampanye dan propaganda yang diarahkan untuk menghilangkan budaya timur, menghilangkan budaya keislaman.
Kata dia, dari lima tantangan tersebut dibutuhkan strategi yang mana harus saling bersinergi, yaitu pertama, mengintensifkan produksi program-program Islam yang ditargetkan pada perempuan muslimah di semua platform media untuk mempromosikan identitas Islam, keislaman para perempuan muslimah.
Kedua, menetapkan pembatasan yang ketat dan memberlakukan sensor yang kuat pada program di semua platform media, serta menerbitkan kampanye kontrak yang membantah semua tuduhan mereka.
Lalu memberatkan informasi yang benar kepada wanita muslimah serta mengekspos kebodohan yang diulang siang dan malam tentang perilaku dan kebiasaan di mana sebagian besar tidak sesuai dengan agama Islam.
“Kemudian yang ketiga, bekerja keras dan saling bersinergi antara lembaga-lembaga budaya dan pendidikan untuk memperkuat kurikulum sekolah di semua tingkat pendidikan dengan kurikulum etika yang tepat,” ujar Nahla.
“Seperti yang kita ketahui bahwa semua tentang perempuan telah tercantum dalam Alquran. Bahwa perempuan sebelum dan sesudah adanya agama Islam sangatlah berbeda. Di era globalisasi ini peran Alquran dalam memberlakukan perempuan adalah pedoman yang tepat,” imbuh dia
Dalam kesempatan tersebut, Nahla menyampaikan salam dari Syekh Al Azhar As Sy’arif yakni Prof Dr Ahmad Toyib. Ia mengatakan salam tulus dan penghargaannya kepada semua profesor, dosen, serta seluruh mahasiswa dan civitas akademika Umsida.
“Beliau mendoakan dengan doa yang baik dan tulus untuk kesuksesan Umsida yang berkelanjutan,” kata Nahla. (romadhona s)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News