Mungkin bagi mereka memimpin tidak lagi menderita tapi menyenangkan. Ya, tentu menyenangkan. Menjadi pemimpin dilayani dengan berbagai fasilitas.

Kadang-kadang pemimpin sudah seperti raja. Apapun kehendaknya dipenuhi orang. Ia ingin menumpuk hutang, terpenuhi.

Ia ingin anaknya mewarisi kekuasaan, terpenuhi meskipun dengan menekuk aturan. Bertambah kesenangan si pemimpin ketika kehendaknya untuk mewariskan kekuasaan disetujui oleh guru besar hukum tata negara yang dulunya sering mencercanya.

Didukung pula oleh para politikus yang tidak pernah mencalonkannya dan dulu menentangnya. Adapun kritikan dan penyesalan para guru besar di kampus-kampus dan budayawan terkemuka hanya dianggapnya sebagai “bagian dari demokrasi”.

Lihatlah di berbagai kejadian, ia berkunjung ke suatu daerah, rakyat menyambutnya. Lebih menyenangkan baginya, senyumnya tersungging, ketika melihat rakyat berebutan mendapatkan kaos yang ia lemparkan dari jendela mobil mewahnya.

Pemimpin memberi sesuatu kepada rakyat adalah baik. Tapi lihatlah Umar. Seringkali di malam hari ia, tanpa diketahui orang, menelusup ke perkampungan untuk memastikan kesejahteraan rakyat.

Di suatu ketika ia dengar rintihan seorang perempuan mempertanyakan kepedulian Khalifah.

Perempuan itu merebus batu hanya sekedar memberikan harapan kepada anak-anaknya yang kelaparan bahwa mereka akan segera makan dan meminta mereka untuk tidak menangis lagi.

Umar segera ke baitul-mal untuk mengambil gandum. Karung gandum ia panggul sendiri. Pulang ke rumah, Umar menangis. “Tuhan, Umar yang dipuji banyak orang karena keadilan dan kebijaksanaannya, ternyata hanyalah seorang hamba yang hina.”

Bukan hanya sekadar tidak ingin menjerumuskan Abdullah bin Umar ke dalam penderitaan, larangan Umar kepada anaknya itu untuk dicalonkan menjadi khalifah didasari oleh keadilan yang telah tertanam kuat dalam jiwanya.

Hukum Alquran sekalipun tidak serta merta ia terapkan manakala berakibat pada munculnya ketidakadilan.

Demikianlah, misalnya, Umar tidak menerapkan hukum menyangkut harta rampasan perang. Menurut QS. 8: 41, empat per lima dari harta rampasan perang dibagikan untuk masing-masing tentara yang ikut perang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini