*) Oleh:Â Sigit Subiantoro
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri
Dalam gerbong kereta api kelas Ekonomi non-AC yang lumayan panas, seorang eksekutif muda dengan jas elegan berdiri di sana. Ia berdesak-desakan dengan penumpang lain.
Sesaat kemudian ia membuka tablet androidnya, sudah tentu lebih besar dibanding smartphone pada umumnya. Semua penumpang menoleh padanya atau meliriknya. Apa batin mereka?
Seorang nenek membatin, “Orang muda sekarang kaya sedikit langsung pamer, naik Ekonomi saja pamer-pameran.”
Seorang emak membatin, “Mudah-mudahan suami saya nggak senorak dia, norak di kelas Ekonomi bukan hal terpuji.”
Seorang gadis ABG membatin, “Keren sih keren, tapi nggak banget deh dengan gayanya. Mengapa nggak naik AC kalau mau pamer begituan?”
Seorang pengusaha kecil membatin, “Sepertinya dia orang kaya baru atau dapat warisan. Andai dia merasakan jerih pahit kehidupan, barang tentu tidak akan pamer barang itu di kelas Ekonomi. Mengapa nggak naik AC, sih?”
Seorang pemuka agama melirik, “Andai dia belajar ilmu agama tentu tidak sesombong itu, pamer!”
Seorang pelajar SMA membatin, “Gue tau lo kaya. Tapi plis deh, lo nggak perlu pamer gitu kalle’ ke gua. Gua tuh nggak butuh style elo. Kalo lo emang pengen diakuin, lo bisa out dari sini, terus naik kereta AC, ill feel gue…”
Seorang tunawisma membatin, “Orang ini terlalu sombong, ingin pamer di depan rakyat kecil.”
***
Sang eksekutif muda memang sedang ada chat penting dengan para donatur. Chat mengenai dana untuk membantu korban kebanjiran.
Si eksekutif menyimpan kembali tabletnya di tas. Ia membatin, “Alhamdulillah… akhirnya para donatur bersedia membantu, Alhamdulillah ya Allah…”
Lalu, ia sempatkan melihat kantong bajunya. Ada secarik tiket kereta ekonomi.
“Tadi sempat tukar karcis dengan seorang nenek tua yang mau naik kereta sesak ini. Tidak tega saya, biarlah dia yang naik kereta AC itu mudah-mudahan bermanfaat,” dalam batinnya.
Semoga bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News