UM Surabaya

Terlebih persaudaraan sesama muslim yang tak pernah putus selama orang tersebut masih merupakan muslim yang beriman.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Janganlah kalian saling mendengki ! Janganlah saling tanahusy (menyakiti dalam jual beli) ! Janganlah saling benci ! Janganlah saling membelakangi (mendiamkan) ! Dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya ! Jadilah hamba Allah yang bersaudara ! Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini -beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim 2564)

Kenikmatan berupa keamanan bangsa ini semestinya kita syukuri dengan cara menjaganya agar senantiasa dalam koridor ketentuan syar’i.

Hadis di atas jelas menuntun kita untuk bersatu dan saling menjaga kerukunan satu sama lain, serta saling menghormati.

Demikianlah, wujud konkret dari rasa syukur tersebut. Karena, semakin kita pandai bersyukur atas segala nikmat tersebut, maka Allah Ta’ala pun akan semakin menambah karuniaNya kepada kita.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Akan tetapi, jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka pasti azabKu sangat berat.’” (QS. Ibrahim: 07)

Perhatikanlah Ayat di atas semakin menegaskan bahwa syukur merupakan syarat mutlak ditambahkannya rezeki untuk kita.

Rezeki yang tak semua umat dapat memperolehnya. Rezeki yang diimpi- impikan oleh saudara- saudara kita muslimin yang tertindas seperti di Palestina, Syiria, Afghanistan, dan belahan bumi lainnya.

Rezeki itu berupa keamanan bangsa dan negara. Jauh dari konflik sosial yang berkepanjangan, serta mendapatkan kesempatan untuk terus berkembang.

Sebaliknya, kufur akan mendatangkan azab Allah yang sungguh amat berat. Kita telah melalui berbagai musibah penjajahan sejak zaman sebelum kemerdekaan.

Mendengar dan membaca sejarah yang ada, sungguh zaman di mana mayoritas usia produktif benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan penjajah, masa depan terasa suram, dan nyawa tak penting untuk dipertimbangkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini