UM Surabaya

Penolakan hari kiamat tidak lain sebagai justifikasi atas keberlangsungan kejahatan yang telah mengakar kuat pada mereka. Kejahatan yang mereka lakukan sulit dihentikan karena sudah berlangsung lama.

Alquran membenarkan bahwa mereka berbuat melampaui batas dan penuh dosa sehingga sulit berhenti. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَمَا يُكَذِّبُ بِهٖۤ اِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ اَثِيْمٍ

“Dan tidak ada yang mendustakannya (hari Pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa,” (QS. Al-Muthaffifiin : 12)

Alquran menggambarkan kejahatan para penolak hari kebangkitan bukan sekadar kejahatan biasa, tetapi kejahatan besar dan kejam.

Dalam konteks sekarang ini, kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kejahatan besar, dan hal ini dilakukan secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM).

Mereka merekayasa kemenangan dengan mengerahkan semua sumber daya untuk memenangkan calon presiden yang digadang-gadang. Nilai-nilai etik pun dilanggar dan aturan-aturan yang selama ini disepakati ditabrak.

Kejahatan dilakukan seolah tidak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Ketika kejahatan, seperti kecurangan yang dilakukan secara masif, dipandang sebagai hal yang lumrah, maka sulit dihentikan.

Kalau pun diupayakan berhenti, harus melalui proses panjang dan memerlukan kesadaran kolektif.

Oleh karena itu, menghentikan kejahatan hanya bisa melalui dua cara, yakni kesadaran diri, dan ancaman akan datangnya hari pembalasan atas berbagai kejahatan yang pernah dilakukan.

Hari kebangkitan dipastikan ada hadir dengan membangkitkan jasad yang telah hancur. Allah menghadirkan jasad itu secara utuh setelah mengalami kehancuran.

Menyatukan kembali jasad yang telah hancur itu lebih mudah bagi Allah daripada membuat jasad baru yang sebelumnya belum ada. (*)

Ponorogo, 18 Februari 2024

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini