Hubungan Erat Majelis Tarjih dan Pekalongan
Ikon Kabupaten Pekalongan.
UM Surabaya

Harmoni antara Majelis Tarjih dan kota Pekalongan telah melahirkan sebuah ikatan yang mendalam dalam lanskap sejarah perjalanan Muhammadiyah. Sejak keputusan monumental pada Kongres ke-16 Hoofdbestuur Muhammadiyah di Pekalongan pada 17-24 Februari 1927, Majelis Tarjih telah menjadi bagian integral dalam perjalanan panjang organisasi ini.

Pada tahun yang sama, di bawah kepemimpinan K.H. Ibrahim, yang menjabat sebagai Ketua Hoofdbestuur Muhammadiyah kedua setelah K.H. Ahmad Dahlan, keputusan pembentukan Majelis Tarjih diambil atas usulan K.H. Mas Mansur, yang saat itu menjabat sebagai Konsul Hoofdbastoor Muhammadiyah Daerah Surabaya.

Keberadaan Majelis Tarjih bukan sekadar keputusan organisasional, melainkan puncak dari upaya intelektual untuk merespons permasalahan sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam.

Pada Muktamar Khususi Tarjih Pekajangan tahun 1960, kota Pekalongan sekali lagi menjadi panggung penting dalam sejarah Muhammadiyah. Diselenggarakan tidak bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah, acara ini dipimpin oleh Ketua Majelis Tarjih Wardan Diponingrat.

Muktamar tersebut membahas sejumlah isu strategis, seperti pembatasan kelahiran, masalah tabir, pandu putri, perburuhan, dan hak milik, meskipun tanpa pengambilan keputusan konkret.

Melalui perjalanannya yang panjang, Majelis Tarjih terus menjadi pilar penting dalam pembentukan pandangan keagamaan Muhammadiyah. Pekalongan, sebagai saksi bisu sejarah, kembali menjadi pusat perhatian pada Muktamar Tarjih Wiradesa pada 23-28 April 1972, yang berlangsung di Pencongan, Wiradesa, Pekalongan.

Muktamar ini menjadi panggung pengambilan keputusan strategis yang mencakup berbagai aspek kehidupan umat Islam.

Keputusan-keputusan yang dihasilkan pada Muktamar Tarjih Wiradesa 1972 mencerminkan keterlibatan Majelis Tarjih dalam membahas isu-isu yang relevan dengan perkembangan zaman. Mulai dari Salat Tathawu’ dan Sujud Syukur, hingga aspek-aspek penting lainnya seperti Zakat, Bacaan Salam dalam Salat, Qunut, Mudhaharah ‘Aisyiyah, Asuransi dan Pertanggungan, Hisab/Astronomi, hingga Perbankan, semuanya menjadi bagian dari kontribusi intelektual Majelis Tarjih dalam menjawab tuntutan zaman.

Sebagai kelanjutan dari warisan sejarah dan komitmen terhadap pembaharuan keagamaan, Majelis Tarjih bersiap untuk memasuki babak baru dalam Musyawarah Nasional Tarjih 2024.

Universitas Muhammadiyah Pekajangan, Pekalongan, akan menjadi saksi dari forum penting ini, yang dijadwalkan berlangsung pada 23-25 Februari 2024. Tiga agenda utama yang akan dibahas dalam Munas Tarjih kali ini mencakup Pengembangan Manhaj Tarjih, Fikih Wakaf Kontemporer, dan Kalender Hijriyah Global Tunggal.

Munas Tarjih 2024 tidak hanya sekadar berkumpul untuk diskusi, tetapi sebagai momen krusial dalam mengukir arah kebijakan dan pandangan keagamaan Muhammadiyah.

Dalam kerangka ini, Pekalongan sekali lagi menjadi panggung bagi keputusan penting yang akan membawa pengaruh besar terhadap dinamika kehidupan umat Islam di Indonesia. Dengan penuh semangat dan dedikasi, Majelis Tarjih bersama Pekalongan terus menjadi garda terdepan dalam menjawab tantangan dan menghadirkan solusi yang relevan bagi umat Islam di zaman yang terus berubah.

Dengan mengamati paparan di atas, tergambar dengan jelas keberadaan Pekalongan sebagai panggung bersejarah bagi Majelis Tarjih. Sejak kelahirannya pada tahun 1927 dalam Kongres ke-16 Hoofdbestuur Muhammadiyah, hingga Muktamar Khususi Tarjih pada tahun 1960, serta Muktamar Tarjih di Wiradesa pada tahun 1972, Pekalongan terus menjadi tempat berlangsungnya agenda-agenda penting dalam perjalanan Majelis Tarjih.

Kini Pekalongan tengah bersiap menjadi tuan rumah Musyawarah Nasional Tarjih tahun 2024.

Dengan demikian, Pekalongan tidak hanya menjadi tempat fisik, melainkan sebuah simbol keberlanjutan, harmoni, dan peran penting Majelis Tarjih dalam menjawab tuntutan zaman. Empat agenda penting yang telah terjadi di Pekalongan menciptakan jejak sejarah yang tak terhapuskan, menjadikan kota ini sebagai ruang berkembangnya pemikiran dan kebijakan keagamaan Muhammadiyah. (Amirudin dan Ilham Ibrahim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini