Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir minta para peserta Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-32 untuk mengambil inspirasi dari tiga kejadian penting di Pekalongan dalam perjalanan persyarikatan.
Dalam acara pembukaan Munas Tarjih di Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongn Jumat (23/02/2024), Haedar Nashir menyoroti tiga kejadian penting tersebut. Ketiganya memiliki makna yang mengikat Pekalongan dengan pergerakan keagamaan dan politik Islam di Indonesia.
Pertama, tahun 1921 menjadi penanda penting ketika Pekalongan menjadi saksi dari Rapat Umum Muhammadiyah. Acara ini dihadiri oleh dua tokoh monumental dalam pergerakan nasional, HOS Cokroaminoto dan KH. Ahmad Dahlan. Dalam pertemuan tersebut, Cokroaminoto mengulas isu politik melawan penjajah Belanda, sementara KH. Ahmad Dahlan menyampaikan wawasan keagamaan yang menyejukkan dan jernih. Jejak ini menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Pekalongan dan Muhammadiyah.
Baca juga: Hubungan Erat Majelis Tarjih dan Pekalongan
Kemudian, pada tahun 1922, Muhammadiyah cabang Pekajangan lahir, setahun tahun sebelum KH. Ahmad Dahlan wafat. Meskipun awalnya dihadapkan dengan resistensi dari tokoh setempat, namun setelah mendengarkan ceramah inspiratif Sang Pencerah di Yogyakarta, mereka malah beralih mendukung gerakan Muhammadiyah.
Kisah ini menggambarkan bagaimana pemikiran Kiai Dahlan mampu mengubah sikap dan pandangan, memicu pendirian Muhammadiyah di Pekajangan pada tahun 1922.
“Awalnya seorang tokoh asal Pekajangan menentang bahkan hendak melakukan rejection terhadap Muhammadiyah tapi setelah ke Yogyakarta malah hanyut dalam pemikiran Kiai Dahlan dan pulang ke Pekajangan mendirikan Muhammadiyah tahun 1922,” ucap Haedar.
Terakhir, pada tahun 1927, Pekalongan menjadi tuan rumah Kongres Muhammadiyah ke-16. Dari kongres ini, lahirlah Majelis Tarjih, sebuah lembaga internal di Muhammadiyah yang fokus pada pembahasan isu-isu keagamaan.
Tonggak ini memberikan fondasi kuat untuk membahas dan meresolusi masalah-masalah keagamaan dalam lingkup organisasi, menjadikan Pekalongan pusat penting untuk perjalanan pemikiran dan keputusan Muhammadiyah.
Haedar menyatakan bahwa ketiga peristiwa ini bukan hanya sebagai kenangan historis semata, melainkan menjadi sumber inspirasi bagi peserta Munas saat ini. Mereka diharapkan dapat mengambil hikmah dari jejak-jejak tersebut untuk mencapai keputusan-keputusan yang jernih dan berharga dalam mengarahkan perjalanan Muhammadiyah di masa depan.
“Tiga tonggak penting ini tentu menjadi inspirasi sekaligus pendorong bagi para peserta Munas hari ini untuk bagaimana menghasilkan keputusan-keputusan yang jernih, rajih,” ucap Haedar. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News