UM Surabaya

Sosiofact dan Artifact

Dalam studi Antropologi Budaya ada istilah Mentifact, Sosiofact, dan Artifact yang mengkalkulasi peninggalan yang sudah disemai para pendiri dan penggagas awal berdirinya sebuah organisasi masyarakat dan atau bangsa. Sebab itulah penting merawat ketiganya kemudian mengembangkan lebih lanjut disesuaikan dengan jiwa zamannya.

Sosiofact adalah kebudayaan dalam wujud aktivitas atau perilaku sosial yang menetapkan manusia sebagai anggota masyarakat.

Lalu Artifact dimaknai dengan  benda-benda yang ditemukan yang sifatnya sudah menyejarah.

Sedangkan Mentifact adalah fakta abstrak berupa keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki masyarakat tertentu meliputi ide, konsep, gagasan, ideologi, agama dan inspirasi.

Sebagai  contoh untuk Mentifact adalah sebuah buku karya Prof. Dr. Haedar Nashir berjudul Memahami Ideologi Muhammadiyah terbitan Suara Muhammadiyah, tahun 2021, cetakan ke-VI.

Buku tersebut terdiri dari sepuluh bab di mulai dari Perkembangan Ideologi, Ideologi  Muhammadiyah, Muqaddimah AD/ART/, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah serta Pedoman Memahaminya, Kepribadian Muhammadiyah dan Penjelasannya, Khittah Muhammadiyah, Kristalisasi Ideologi Muhammadiyah, Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah, Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, dan terakhir Penutup.

Membaca keseluruhan pikiran penulis Ketua Umum PP tahun 2015-2027 ini penulis sependapat bahwa harus dipikir ulang atau di-update ideologi Muhammadiyah sebagaimana yang ditelaah beliau dalam bab “Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah” halaman 187-194.

Mengapa harus direvitalisasi ya karena ideologi itu hasil pemikiran manusia yang sifatnya tidak ajeg dan oleh sebab itu perlu ditelaah ulang seiring dengan perkembangan waktu dan zaman.

Prof. Dr. Deliar Noer dalam bukunya Ke Arah Pemikiran Politik  menyebutkan bahwa ideologi itu adalah tujuan dan cita-cita kehidupan satu dan atau sekelompok orang untuk diperjuangkan pengeterapannya di masyarakat dan menjadi milik masyarakat tertentu merujuk kepada falsafah dasar hidup yang dianut masyarakat itu.

Kata kuncinya adalah pada “gagasan, pemikiran” dan kata “diperjuangkan”. Cita-cita tentang keadilan, pemerataan, kesejahteraan, dan HAM lalu berupaya untuk memperjuangkan. Bisa melalui parlemen dan bisa memperjuangkannya di jalanan.

Sebab itu ideologi, kata Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, mantan Rektor UIN Syahid Jakarta 2006-2015, dan sekarang Rektor Universitas Islam International Indonesia, mengatakan bahwa semakin operasional sebuah ideologi maka semakin mudah dipahami dan diterima para pengikutnya (rakyat, bisa anggotanya). Dan sebaliknya semakin tidak jelas sebuah ideologi maka akan semakin sulit dipahami dan dimengerti para pengikutnya.

Contoh ideologi yang mudah dipahami rakyat Indonesia yang berpendidikan SLTP ke bawah berjumlah 72, 4 % seperti disinyalir Prof. Dr.  Efendi Gazali, pakar komunikasi politik bahwa  misalnya “Sembako Murah”, “Berobat  dan Pendidikan Gratis”. Umumnya rakyat yang demikian itu fokus pikirannya adalah masalah “Perut” dan “di bawah Perut”.

Kalau slogan ideologi Muhammadiyah Berkemajuan “Aktif di Muhammadiyah akan Sejahtera Lahir dan Batin”. “AMM aktif di Muhammadiyah memiliki masa depan yang cerah dan jelas”. Keren memang kalau slogan ideologi seperti ini jelas Mas Kom kelahiran Magelang Jawa Tengah ini.

Sedangkan aspek Sosiofact dan Artifact Muhammadiyah tersebar luas di tengah-tengah masyarakat Muhammadiyah dan rakyat Indonesia. Persoalannya adalah tinggal dilihat database yang ada di PP, di PWM-se-Indonesia, PDM, PCM, dan PRM. Bukankah Muhammadiyah memiliki rakyat (SDM-berapa jumlah jelasnya?) lalu Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini