Supaya tetap surplus maka AUM kata Ketua PP Haedar Nashir harus memiliki budaya keunggulan dengan empat kata kunci yaitu, ada value atau nilai (AIK) sesuatu yang berharga dalam AUM (6.083 AUM, 119 RS, estimasi asset 400 T), kedua, disiplin dan etos kerja tinggi, ketiga, etos ilmu, dan keempat adalah profesionalitas. (disampaikan pada 28/12/023 acara Akhir Tahun dan Pengukuhan Direksi Suara Muhammadiyah/PT. Syarikat Cahaya Media (SCM).
Contoh sederhana saja adalah umur PWM Banten sudah 104 tahun dan kalau dihitung resmi berdiri Cabang di Kobangkondang, Cisata, Menes, Pandeglang, bagian dari Kabayoran Lama, Jakarta Selatan, baru berumur 95 tahun.
Penulis pikir bukan usia muda lagi dan sudah waktunya mengalami lompatan baik dalam arti AUM dan tata kelolanya yang sampai sekarang belum memiliki database yang sangat diperlukan untuk kepentingan seluruh kegiatan Majelis dan Lembaga dalam membuat sebuah perencanaan program kerja. Ini untuk membedakan dengan “Perkumpulan Arisan” yang tidak perlu kajian saintis yang mendalam dan detail.
Analogi Pohon dan Negara
“Akar menghunjam ke dalam tanah dan pucuk berayun tegar ditiup angin”, ini pepatah yang populer berkembang di tengah masyarakat Melayu Indonesia untuk menggambarkan “tak lekang kena panas dan tidak tenggelam karena hujan” keharusan seorang kader sebuah bangsa atau kader ormas Islam dalam menghadapi tantangan zamannya.
Tak harus malu belajar dengan petani yang berhasil karena ada juga petani tidak berhasil baik asal ingin bertani tanpa melalui sebuah proses saintifik persoalan desakan perut. Bukankah hadis Mauquf mengatakan bahwa sebuah niat yang baik tanpa perencanaan yang baik dapat dikalahkan kejahatan yang terorganisir.
Asbabul wurud hadis mauquf ini adalah ketika Gubernur Muawiyah bin Abi Sofyan (w. 680 dimakamkan di Damaskus, Suriah) berhasil merebut wilayah kekuasaan Imam Ali bin Abin Thalib (w. 27 Januari 661 M dimakamkan di Masjid Imam Ali, kota suci Najaf, Irak) setahap demi setahap kemudian beliau berkata di hadapan tentaranya yang masih setia bahwa kebenaran yang tidak terorganisir dapat dihancurkan kebatilan yang terorganisasi.
Penulis perhatikan seorang petani yang “makan bangku sekolah” (ada yang formal dan ada non-formal) dalam pemilihan bibit tentu yang dicari jenis bibit tanaman terbaik dan unggul dengan berbagai varian dan pilihan.
Sesudah melalui berbagai proses seleksi dan uji coba yang disesuaikan dengan lingkungan dan kondisi tanah maka barulah petani yang bersangkutan mengambil pilihan yang pas jenis tanaman yang dikembangkan apalagi untuk usaha yang bersifat bisnis.
Proses selanjutnya adalah aspek pemeliharaan dengan beragam pupuk dan penjagaan yang super ketat karena mengharapkan hasil yang maksimal dan optimal. Demikianlah sayur misalnya yang sampai ke dapur konsumen merupakan sebuah proses yang panjang sehingga apa yang diniatkan dengan apa yang dihasilkan ada korelasi yang positif.
Demikian juga menyiapkan kader bangsa dengan beragam jenjang pendidikan terakhir yang ditempuhnya yang sekarang dikenal Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional) sebuah lembaga yang prestisus yang menggodok calon-calon pemimpin bangsa.