UM Surabaya

Penulis melihat dalam konteks inilah adanya kegiatan di Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), unit terbawah dari hierarki struktur kepemimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM), Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), dan Pimpinan Wilayah Muhammdiyah (PWM) dan tertinggi Tingkat PP, dan semua jenjang tingkat ini merupakan proses pembinaan kematengan seorang kader dalam bermuhammadiyah.

Akan tetapi ada juga kader yang “datang” di luar struktur yang bersifat ajeg di atas karena berbagai faktor antara lain  persoalan “perut dan di bawah perut”, melalui jaringan pertemanan bisa bisnis, pendidikan, dan pengalaman yang bersifat unik misalnya tertarik ide-ide yang dibawa Mentifact Muhammadiyah.

Kader dadakan yang ada di Muhammadiyah diindikasikan dengan minta KTA (Kartu Tanda Anggota) karena beraktivitas di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Kadar tipe ini perlu terus menerus mendapat siraman rohani karena sifatnya naik turun kayak iman, kadang yazid dan kadang yanqush. Jadi sangat tergantung pada “angin mamiri” yang datang meniupnya.

Kader yang datang melalui jalur pertemanan dan studi misalnya adalah terjadi pada diri KH. Abdul Haq bin KH. Umar Jaya, pendiri dan perintis Muhammadiyah di Provinsi Banten tahun 1920 karena faktor kedekatan dan satu asrama dengan Muhammad Yunus Anis (tahun 1959-1962 menjadi Ketum PP Muhammadiyah) ketika sama-sama menimba ilmu di Jam’iyyah al-Khair Tanah Abang Betawi, selain mengajar di sekolah Muhammadiyah di Jakarta.

Terakhir tidak tertutup kemungkinan lahir seorang kader karena faktor Islam yang ditawarkan pemahamannya sederhana akan tetapi karena yang membawanya memiliki karakter yang kuat dan accountble sehingga semakin mendorong orang lain untuk tertarik. Kasus ini terjadi misalnya pada tokoh agama Pekajangan, Pekalongan, Jateng ketika mendengar syarahan agama Islam dari KH. Ahmad Dahlan.

Demikianlah berbagai sumber kader Muhammadiyah berdatangan dengan beragam varian yang ada. Masalah varian ini sangat terkait dengan situasi dan kondisi zaman yang mengitari kader tersebut yang sifatnya fluktuatif. Kalau bahasa anak zaman milenial sekarang tergantung faktor kesempatan peluang yang ada di depan mata.

Penutup

Mengakhiri tulisan ini kayaknya perlu juga penulis mengemukakan fakta di lapangan bagaimana pergerakan dan perilaku kader Muhammadiyah dalam merespons tantangan yang dihadapinya sehari-hari yang terkadang “menyenangkan” dan terkadang “menyebalkan” karena hanya mau aktif sebatas bersifat legacy saja. Namanya juga manusia ya. Maklum.

Ada lagi kader yang memiliki kemampuan dan karakter yang berkemajuan tidak terpantau akibat tim “pembisik” yang salah alat keker melihatnya tanpa ada konfirmasi dan uji kelayakan.

Meminjam istilah Ketua PDM Kab. Serang sekarang terkena “suntik b 2” penentu kebijakannya sehingga kader yang potensial ini sayang tidak terpantau dan termanfaatkan tenaga dan pikirannya dengan baik dan benar.

Yang jelas apa-apa kebijakan, imbauan, ajakan, dorongan Ketua Umum PP Muhammadiyah di atas harus menjadi wujud adanya yang menjadi tugas pokok (tupoksi) kader menjawabnya untuk merawat dan mengembangkan Persyarikatan Muhammadiyah.

Jangan sampai Muhammadiyah ketinggalan kereta ditelan perubahan zaman sehingga terjadi degradasi bermuhammadiyah. Jadilah ormas Muhammadiyah semacam “Jamaah arisan” yang kehilangan elan vitalnya. (*)

*) Artikel ini telah tayang di suaramuhammadiyah.id 

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini