UM Surabaya

Pada Musywil Tarjih Jateng di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) tanggal 24-25 Desember 2023 lalu, saya coba susun matan Kitab Shiyam dengan mengacu kepada dokumen-dokumen di Tarjih. Ternyata, audiens memandang itu penting didasarkan atas kebutuhan mereka pula di daerah masing-masing.

Bahkan, ada teman juga yang mengajak untuk menyusun matan semua Fikih Muhammadiyah yang lengkap sehingga kita punya kitab sekelas Taqrib.

Belajar dari mazhab-mazhab fikih klasik, mereka bisa mengkonsolidasi diri karena adanya kitab matan yang mereka acu. Pembelajaran dasar mazhab Hanbali bisa dipelajari dari Mukhtashar al-Khiraqi.

Di mazhab Hanafi ada al-Hidayah. Di madzhab Syafi’i ada al-Muharrar karya al-Rafi’i dan ringkasannya, Minhaj al-Thalibin karya Muhyidin Al-Nawawi. Kitab kecil itulah yang dipandang sebagai wujud dari pendapat mu’tamad fikih mazhab Syafi’i sehingga ulama Syafiiyyah bisa menyusun berbagai karya kecil lain, seperti Manhaj al-Thullab, Zubad, Muqaddimah Hadramiyyah, Qurratul Ain, atau Taqrib hingga yang besar sekelas Syarah dan hasyiyah, seperti Tuhfah Al-Muhtaj, Nihayah al-Muhraj, Mughni al-Muhraj, Hasyiyah al-Baijuri, dan Hasyiyah al-Syarwani, dengan mengacu pada Minhaj al-Thalibin.

Oleh karena itu, sebelum Persyarikatan mampu menyusun matan kitab fikih lengkap, matan kitab akidah lengkap, dan matan kitab akhlak lengkap berbahasa Arab, dengan disertai tarjamah, maka kebutuhan pesantren-pesantren, rumah sakit, lembaga pendidikan, dan umat di bawah masih belum sepenuhnya terjawab.

Secara personal mungkin kita bisa menyusun sendiri kitab-kitab tersebut, tetapi jika tidak dikeluarkan lembaga resmi di Persyarikatan dan ditanfidzkan, maka legitimasinya juga kurang. Oleh karena itu, kerja menyusun matan adalah kerja kolektif di Persyarikatan yang perlu dilakukan oleh Majelis Tarjih. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini