UM Surabaya

Diriwayatkan pula bahwa Umar bin Khatthab ra. membaca ayat ini di atas mimbar lalu berkata: “Istikamahlah untuk menaatinya dan janganlah berbolak-balik seperti musang.”

Semua pendapat ini berakhir ke satu muara, yaitu istikamah dalam mentauhidkan Allah SWT secara sempurna.

Al-Qusyairy berkata: “Istikamah tingkat sempurnanya suatu perkara. Dengan adanya istikamah, akan tercipta kebaikan. Dan barang siapa yang tidak memiliki sikap istikamah, maka semua usaha yang dilakukannya akan lenyap.”

Al-Wasithy berkata: “Istiqamah adalah etika yang menjadikan sempurnanya berbagai kebaikan.” Ibnu Rajab berkata:

“Istikamah adalah menempuh jalan yang lurus, agama yang benar, tanpa berpaling ke kanan atau ke kiri. Mencakup semua ketaatan, yang dhahir dan yang batin. Juga mencakup semua larangan. Sehingga pesan ini mencakup semua kebaikan.”

Istiqamah adalah tingkatan tertinggi dalam kesempurnaan pengetahuan dan perbuatan, kebersihan hati yang tercermin dalam ucapan dan perbuatan, dan kebersihan akidah dari segala bid’ah dan kesesatan.

Karenanya manusia tidak akan bisa mencapai sifat istiqamah secara sempurna. Pasti terdapat kekurangan.

Ini diisyaratkan dalam firman Allah:

“Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (Fushishilat: 6)

Perintah untuk memohon ampun dalam ayat ini, karena adanya kekurangan. Nabi saw. bersabda:

“Istiqamahlah kalian semua, dan kalian tidak akan mampu.” (HR Imam Ahmad dan Muslim) Beliau juga bersabda: “Berusahalah untuk senantiasa benar dan mendekatinya.” (HR Bukhari dan Muslim)

1. Istikamah Hati. Pada dasarnya, istikamah adalah istikamah hati terhadap tauhid. Maka apabila hati telah istikamah pada ma’rifatullah, rasa takut kepada-Nya, mengagungkan dan mencintai-Nya, berdoa kepada-Nya, dan tawakal sepenuhnya kepada-Nya, niscaya seluruh anggota badan akan taat kepada Allah SWT.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini