Meski pun saat ini masih mengalami penolakan, tapi Muhammadiyah yakin bahwa metode hisab akan digunakan secara umum oleh umat Islam di Indonesia, bahkan seluruh dunia.
Seperti penggunaan jam sebagai penanda waktu salat, suatu saat umat Islam seluruh dunia akan menerapkan metode hisab wujudul hilal sebagai landasan dalam menentukan waktu-waktu penting ibadah yang lain umat Islam.
Sekarang kita bisa mudah sekali untuk salat zuhur dan segala macam tanpa harus melihat matahari.
Dalam menentukan waktu salat, saat ini dari golongan dan negara mana pun memakai jadwal yang sudah pasti.
Muhammadiyah ingin dalam menetapkan awal Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah juga menggunakan seperti itu.
Namun demikian, hal itu membutuhkan waktu yang tidak pendek, bahkan bisa jadi membutuhkan waktu satu abad.
Oleh karena itu, untuk saat ini ketika masih terjadi perbedaan penentuan umat Islam tidak perlu saling menuding dan caci maki.
Kami pun menghargai bagi saudara-saudara, maupun negara yang masih menganut sistem dan metode lain.
Berkaca Sejarah Kiai Dahlan
Keyakinan Haedar berkaca pada sejarah KH. Ahmad Dahlan yang menentukan arah kiblat masjid di Indonesia memakai perhitungan ilmu falak.
Meski awalnya ditentang begitu rupa, namun yang dilakukan oleh Kiai Dahlan saat ini diikuti oleh bahkan seluruh umat Islam di Indonesia.
Tapi sekarang Alhamdulillah, bahkan Kementerian Agama membikin sertifikasi, bahwa setiap masjid harus dapat sertifikat arah kiblat yang benar.
Bahwa perubahan untuk memakai kalender Islam global itu memerlukan waktu satu abad lagi.
Penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal merupakan landasan yang bisa digunakan oleh generasi mendatang supaya hidup menjadi praktis.
Islam harus menjawab tantangan yang ada di masyarakat modern yang memerlukan kepastian.
Kepastian transaksi, kepastian tentang hari dan tanggal dan lain sebagainya. Yang tidak pasti dalam terawangan kita kan kematian dan ajal.
Dan benda-benda langit itu juga beredar dengan kepastian. Apa ada bulan itu demi toleransi mundur dulu?
Bulan itu mau datang ya datang, matahari mau terbenam ya terbenam. (*)
(Disarikan dari pernyataan Prof. Haedar Nashir di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, 18 April 2024).