Mereka lebih memilih disiksa daripada harus menuruti kemauan thaghut dan dedengkot kekafiran. Seperti Bilal bin Rabah radhiyallahu’anhu yang rela tubuhnya tersengat teriknya panas padang pasir dan kesakitan di bawah tindihan batu dengan kalimat ‘Ahad, Ahad’ yang terus mengalir dari bibirnya yang mulia. Itulah manisnya iman yang mereka gapai dengan segenap pengorbanan dan perjuangan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan merasakan manisnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al-‘Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu)
Para sahabat hidup di bawah naungan Alquran. Sehingga ayat-ayat suci itu mewarnai hidup dan kehidupan mereka, mewarnai hati dan tingkah laku mereka.
Tidak sebagaimana kaum Khawarij yang hanya menjadikan Alquran sebagai hiasan di bibir dan lisan mereka. Akan tetapi, pemikiran dan keyakinan mereka melesat dari agama sebagaimana melesatnya anak panah menembus sasarannya.
Kaum Khawarij itulah -meskipun mereka memiliki banyak hafalan Alquran dan bersungguh-sungguh dalam beribadah- kelompok orang yang mendapatkan celaan keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka lah yang disebut sebagai anjing-anjing neraka. Sejelek-jelek manusia dan seburuk-buruk kaum yang terbunuh di bawah kolong langit ini. Bahkan, bagi orang yang berhasil membunuh mereka Nabi janjikan pahala yang besar di sisi Allah pada hari kiamat kelak.
Para sahabat radhiyallahu’anhum menjadikan Alquran sebagai sesuatu yang harus diyakini dan diamalkan, bukan sesuatu yang harus diragukan apalagi untuk diperdebatkan!
Mereka sangat yakin bahwa Alquran adalah sebaik-baik pembicaraan, sejujur-jujur perkataan, dan sebaik-baik petunjuk bagi kemanusiaan. Ia diturunkan dari sisi Zat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Tidaklah datang kepadanya kebatilan, dari arah depan, maupun dari arah belakang. Seandainya seluruh manusia bersatu padu untuk membuat sesuatu yang serupa dengannya, niscaya mereka akan gagal dan tidak sanggup melakukannya, meskipun mereka bahu-membahu dan saling membantu satu dengan yang lain.
Tidak mungkin mereka bisa menandingi mukjizat yang agung ini. Inilah kemuliaan Alquran yang akan membuat tenteram dan sejuk hati insan beriman. Dan sebaliknya, ia tidak akan mendatangkan pengaruh kepada orang-orang yang zalim kecuali kerugian dan kebencian.
Salafus shalih telah memberikan teladan kepada kita dalam mewarnai bulan yang mulia ini dengan interaksi yang intensif bersama Alquran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri setiap tahunnya menyetorkan hafalan Alquran kepada Jibril ‘alaihis salam setiap malam di bulan Ramadan.