*) Oleh: Dr Nurbani Yusuf
“Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman: 19)
***
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. al Hujurat: 2)
“Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Hujurat: 3)
Jika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah” (HR. Al Bukhari 2731).
***
Suatu hari, Tsabit bin Qais tampak duduk di tengah jalan. Ia tampak lemah, bahkan terisak-isak dan menangis. Tidak lama berselang, Ashim bin Uday bin Ajlan lewat di hadapannya. Ashim lalu bertanya, “Mengapa engkau menangis?”
Tsabit menjawab, “Karena ayat ini (al-Hujuraat ayat 2 ). Saya sangat takut jika ayat ini turun berkenaan dengan saya. Sebab, saya adalah orang yang bersuara keras saat berbicara.”
Ashim lantas melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw. Tak lama kemudian, beliau memanggil Tsabit.
“Wahai Tsabit, apakah engkau sudi hidup dalam kemuliaan dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?”
Segera saja Tsabit menjawab, “Ya, Rasulullah, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dan Rasul-Nya ini. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara engkau.”
Maka turunlah ayat berikut:
“Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Hujurat: 3)
***
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengisyaratkan bahwa baiknya amalan badan seseorang dan kemampuannya untuk menjauhi keharaman, juga meninggalkan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya, -pen), itu semua tergantung pada baiknya hati. (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 210)
Para ulama katakan bahwa hati adalah malikul a’dhoo (rajanya anggota badan), sedangkan anggota badan adalah junuduhu (tentaranya). (Lihat Jaami’ul ‘Ulum, 1: 210)
Hati yang buruk akan keluarkan darinya kata-kata yang buruk lagi kasar, hati yang baik akan tuturkan kata-kata yang lembut, mendamaikan dan menentramkan.
***
Khalifah Harun al Rasyid menjawab bijak ketika ada seorang ulama faqih hendak mengingatkannya dengan keras:
“Allah telah mengutus orang yang lebih baik dari padamu yaitu Musa as dan Harun as. Kemudian Allah turunkan manusia laknat, paling buruk dan lalim daripadaku yaitu Fir’aun.”
Kepada orang yang paling buruk saja Allah taala nasihatkan kepada Musa as dan Harun as untuk berkata sopan, lembut dan santun. Allah pun masih mendoakan agar Firaun kembali ingat dan takut. (QS. Thaha 43-44)
***
Jadi, ketika perempuan keluar dari rumah, berjalan berbaur bersama kumpulan kaum laki-laki bukan mahram, sambil membawa mikropon, berteriak di sepanjang jalan, melebihi suara keledai, sungguh sangat tidak terpuji.
Semoga kiranya Allah Taala melindungi dari syu’ul adab dan memberikan kita taufik, maunah, akhlak terpuji dan ditetapkan hidayah dan husnul khatimah. Aamin. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News