Dengan perkembangan ilmu yang pesat saat ini, sudah bisa mendeteksi arah kiblat itu sendiri. Contohnya di Indonesia, shalat dengan arah kiblat ke Ka’bah cukup dengan menghadap ke barat saja.
Kemudian, sebut Oman, ada tiga teori untuk menentukan arah kiblat. Pertama, teori geografi, yang mana sesuai dengan apa adanya bentuk bumi.
Kedua, menggunakan teori ilmu ukur bola. Jika kita mengukur arah dengan teori bola ini, maka bentuk bumi dianggap bulat sempurna.
Lalu yang ketiga, teori navigasi, teori ini biasa digunakan oleh para pelayar kapal api misalnya dari satu tempat menuju ke tempat lain.
Teori navigasi ini tidak mencari arah yang terdekat, karena jika mengikuti arah terdekat, maka ia harus mengubah atau memutar setirnya setiap saat.
“Dari ketiga teori di atas, yang umum digunakan untuk kepentingan bersama, yakni mengukur arah kiblat, biasanya menggunakan teori bola, sehingga buminya dianggap bulat sempurna dan ini cukup akurat dengan ukuran-ukurannya,” papar Oman.
Lalu arah kiblat berpatokan pada titik pusat, dan titik di tengah-tengah bumi yang dianggap bulat inilah yang disebut dengan titik pusat bumi. Jarak titik pusat ke semua arah di permukaan bumi adalah sama.
Kata dia, konsep dalam bola ada yang dinamakan lingkaran besar ada lingkaran kecil. Arah pada permukaan bola atau bumi adalah busur lingkaran terpendek atau speris yang menghubungkan titik atau tempat-tempat di permukaan bola atau bumi.
“Sebenarnya, arah yang ditunjukkan oleh lingkaran besar itu menghubungkan Ka’bah dengan tempat salat adalah yang jaraknya terpendek. Itulah yang dimaksud dengan arah kiblat,” tegas Oman.
Maka, kata dia, arah kiblat jika definisikan adalah arah yang ditunjuk oleh busur lingkaran besar terpendek pada permukaan bumi yang menghubungkan letak geografis tempat shalat dengan letak geografis Ka’bah. Tuturnya.
Sebelum menutup kajian Islamic course, Oman memberikan kesimpulan singkat terkait pembahasan arah kiblat dan metode hisabnya. Yakni yang dihitung atau yang kita cari dalam hisab arah kiblat itu adalah mencari lingkaran, mencari busur-busur yang menghubungkan tempat salat dengan busur lingkaran besar.
“Nah, jarak yang terpendek itulah yang dicari. Nanti mencarinya pakai ilmu ukur bola atau lebih khusus lagi segitiga bola, ilmu ukur segitiga bola bahasa kerennya itu spherical trigonometri,” tandasnya. (siti kamariah/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News