3. Berderma dan Perhatian pada Kaum Duafa
Menahan lapar dan dan dahaga dalam puasa Ramadan sangat besar nilainya. Perasaan dari keadaan itu harus mampu tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Lewat puasa, anak-anak ditunjukkan betapa berat menjadi orang tidak mampu memenuhi kebutuhan periuk nasinya. Orang-orang yang tidak beruntung dalam kehidupan.
Saya selalu katakan jika mereka pun sejatinya juga tak ingin memilih menjadi kaum tak beruntung. Kaum yang lemah. Tapi fakta yang pahit harus mereka terima.
Dari situ perasaan dan kesadaran untuk selalu bersyukur pada anak-anak tumbuh. Bersyukur tidak mengalami kekurangan dan memiliki ketercukupan.
Karena itu, saya mewajibkan mereka untuk selalu memerhatikan dan menghargai kaum papa.
Sebagai bentuk rasa syukur, setiap Ramadan saya membiasakan anak-anak mengirim takjil atau nasi bungkus untuk dibagikan kepada orang-orang yang berpuasa.
Di luar bulan Ramadan, kebiasaan berderma tersebut juga kami lalukan. Yakni dengan mengirim nasi bungkus itu juga kami lakukan untuk petugas kebersihan, tukang becak, dan lainnya.
4. Menegakkan Salat Malam
Meningkatkan amalan di bulan Ramadan merupakan upaya yang harus terus menerus dilakukan. Betapa Ramadan ini memberi kemuliaan bagi mereka yang bersungguh-sungguh menjalankannya.
Saya mengibaratkan seperti lari maraton, di mana saat mendekati finish, kita harus lari sprint. Mengerahkan segara kekuatan dan tenaga untuk mencapai garis akhir.
Memang bukan aktivitas yang mudah dilakukan. Bangun di malam hari, lalu menunaikan salat membutuhkan komitmen dan upaya keras.
Namun jika hal ini dilakukan sebagai kebiasaan dan kebutuhan, saya meyakini hasilnya akan baik,
Di masjid, mereka melakukan salat malam. Membaca Alquran, berdiam diri, merenung, dan menginsyafi apa yang sudah dilakukan dan keinginan yang ingin diwujudkan. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News