*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Pasukan ketika diperintah oleh komandannya akan bersikap, ‘siaaap’. Apalagi kita sebagai hamba Allah diperintah oleh Sang Khaliq Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Saat perintah puasa Ramadan pertama kali tahun 2 hijriah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat sedang dalam Perang Badar, tapi mereka tetap menjalankan perintah puasa, dan Allah berikan kemenangan kepada mereka. Kita harus siap menjalankankan perintah Allah.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١
“Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Memang nilai puasa Ramadan bagi kaum muslimin suatu kemuliaan yang luar biasa, karena di situ Allah mendidik orang beriman untuk meningkatkan amal saleh dengan tunduk kepada Allah dan mengalahkan hawa nafsu kita yang tidak jarang menjadi belenggu terbesar.
Tapi, balasan Allah itu tanpa batas, sesuai hadis shahihain, dari Abu Hurairah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan makanan, minuman dan syahwatnya karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan; yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari Muslim)
Belum lagi nilai tambah yang lain; interaksi dengan Alquran, sedekah, qiyamul lail, menuntut ilmu agama, i’tikaf, dakwah, dan lain-lainnya.