Hal ini dinarasikan Alquran sebagaimana firman-Nya:
وَلَا يَأْمُرَكُمْ اَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلٰٓئِكَةَ وَا لنَّبِيّٖنَ اَرْبَا بًا ۗ اَيَأْمُرُكُمْ بِا لْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah dia (patut) menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?” (QS. Ali ‘Imran: 80)
Para utusan Allah tidak mungkin memanfaatkan kemuliaan dirinya untuk menipu manusia agar mengagungkan atau menyembah dirinya.
Umumnya manusia memang melakukan demikian, di mana ketika dirinya memiliki keagungan, justru dimanfaatkan untuk menyesatkan orang lain.
Mereka menyuruh orang lain untuk menghormati dirinya hingga derajat menuhankan diri.
Apa yang dilakukan Fir’aun merupakan manusia yang memiliki sejumlah kelebihan namun memanfaatkan dan mengajak manusia untuk menyembah dirinya.
Dalam konteks kekinian juga terjadi, di mana manusia yang merasa dirinya memiliki keutamaan, meminta orang lain menghormati dirinya.
Bahkan banyak dijumpai manusia yang memanfaatkan kelebihan dirinya untuk mengagungkan dirinya seperti dirinya.
Seolah dirinya bisa membuat orang lain bisa berkuasa atau berharta. Padahal semua itu terjadi karena kekuasaan Allah. (*)
Surabaya, 17 Maret 2024
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News